search

Pendidikan

UNJ guru

Soroti Ketimpangan Penempatan Guru Jadi Modal Ahmad Raih Gelar Doktor

Penulis:
11 jam yang lalu | 61 views
Soroti Ketimpangan Penempatan Guru Jadi Modal Ahmad Raih Gelar Doktor
Ahmad Budidarma saat mempertahankan disertasinya dalam sidang di Universitas Negeri Jakarta. (Istimewa)

Jakarta, Presisi.co - Tema desertasi bertajuk pemenuhan kebutuhan guru tidak hanya perkotaan, tetapi juga di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), mengantarkan Ahmad Budidarma menyandang gelar doktor bidang manajemen pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Ahmad resmi menjadi lulusan doktor ke-5.349 UNJ setelah berhasil mempertahankan disertasinya tersebut. Dalam penelitiannya, Ahmad menekankan bahwa tantangan utama dunia pendidikan saat ini bukan semata peningkatan kompetensi guru, melainkan pemenuhannya secara merata terlebih dahulu, terutama di wilayah 3T.

Menurutnya, banyak dasar hukum- mulai dari UUD 1945 Pasal 31, UU Guru dan Dosen, hingga PP No. 19 Tahun 2017- yang menegaskan kewajiban negara untuk menyediakan guru secara adil di seluruh wilayah Indonesia.

Namun, realitas di lapangan masih menunjukkan ketimpangan. Salah satunya adalah perbedaan aturan mutasi bagi guru. "Dalam PP 19/2017, guru yang bertugas di daerah 3T baru bisa mengajukan mutasi minimal setelah 10 tahun mengabdi, sedangkan guru di daerah non-3T cukup 4 tahun. Ini menimbulkan ketidakseimbangan dan mengurangi minat guru untuk ditempatkan di wilayah khusus," ujar Ahmad di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sebagai salah satu luaran penelitiannya, Ahmad juga menulis buku berjudul “Sang Cerdik Pandai di Ujung Negeri: Tantangan dan Harapan Evaluasi Program SM3T”, yang mendokumentasikan secara reflektif pelaksanaan Program SM3T (Sarjana Mendidik di daerah 3T) dan urgensi kelanjutannya.

Dalam rekomendasinya, ia menyarankan agar pemerintah kembali menghadirkan program sejenis SM3T dengan sejumlah perbaikan. Salah satunya adalah skema penugasan temporer dengan masa tugas maksimal dua tahun namun berkelanjutan dan terjadwal secara simultan, seperti pola rotasi penugasan personel militer di daerah khusus.

"Guru di daerah 3T tidak bisa disamakan dengan guru di kota. Mereka butuh perlakuan afirmatif dan strategi khusus, termasuk soal waktu penempatan. Belajar dari TNI, dua tahun adalah batas psikologis yang masih bisa dijalani dengan baik," tambahnya.

Ketua Umum PGRI sekaligus promotor disertasi, Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd., menyatakan dukungan penuhnya terhadap gagasan tersebut. "Apapun namanya nanti, prinsip pemenuhan guru untuk wilayah 3T tidak boleh diabaikan. Ini soal keadilan pendidikan dan komitmen negara mencerdaskan kehidupan bangsa. No one left behind,” tegasnya.

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan strategis bagi Kementerian Pendidikan untuk menempatkan pemenuhan kebutuhan guru sebagai prioritas utama, sebelum berbicara tentang peningkatan kualitas. Tanpa guru yang hadir, pendidikan tak akan berjalan—terlepas dari kurikulum atau metode pembelajaran terbaik sekalipun. (*)