search

Berita

DKPPDewan Kehormatan Penyelenggara PemiluEtika Penyelenggara PemiluTugas dan Fungsi DKPP

Menjaga Integritas Pemilu: Sejarah, Tugas, dan Fungsi DKPP RI

Penulis: Redaksi Presisi
6 jam yang lalu | 1 views
Menjaga Integritas Pemilu: Sejarah, Tugas, dan Fungsi DKPP RI
Logo Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI. (Sumber: Istimewa)

Presisi.co – Dalam menjaga kualitas demokrasi, keberadaan lembaga pengawasan etik seperti Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjadi sangat krusial. Menurut dkpp.or.id Lembaga ini bukan hanya sekadar pelengkap dalam sistem penyelenggaraan pemilu di Indonesia, melainkan pilar penting dalam memastikan integritas dan kredibilitas penyelenggara pemilu di semua tingkatan.

Sejarah DKPP: Dari DK-KPU hingga Lembaga Mandiri

DKPP bukanlah lembaga yang muncul tiba-tiba. Akar sejarahnya bermula dari pembentukan Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK-KPU) yang bersifat ad-hoc dan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Fungsi utamanya saat itu adalah untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU pusat maupun provinsi. Untuk pelanggaran di tingkat kabupaten/kota, DK-KPU Provinsi yang menangani.

Transformasi besar terjadi pada 12 Juni 2012, saat DK-KPU resmi bertransformasi menjadi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. DKPP menjadi lembaga permanen dengan struktur profesional dan kewenangan lebih luas, mencakup seluruh jajaran KPU dan Bawaslu dari pusat hingga ke tingkat desa/kelurahan. Anggotanya berasal dari unsur masyarakat profesional dan dua anggota ex-officio dari KPU dan Bawaslu aktif.

Penguatan kelembagaan DKPP berlanjut melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. DKPP kini memiliki sekretariat sendiri yang dipimpin oleh seorang Sekretaris, tidak lagi dibantu Sekjen Bawaslu. Undang-undang ini juga memformalkan keberadaan Tim Pemeriksa Daerah (TPD) yang berperan memeriksa dugaan pelanggaran etik di daerah, yang sebelumnya hanya dibentuk berdasarkan peraturan internal DKPP.

Tugas dan Fungsi DKPP

Dalam sistem ketatanegaraan, DKPP memiliki tugas strategis, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 156 UU No. 7 Tahun 2017, yaitu:

- Menerima aduan dan/atau laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu.
- Melakukan penyelidikan, verifikasi, dan pemeriksaan atas laporan tersebut.

Kewenangan DKPP pun cukup luas. DKPP dapat:

- Memanggil penyelenggara pemilu yang diadukan untuk memberikan penjelasan;
- Memanggil pelapor, saksi, atau pihak lain untuk memberikan keterangan atau bukti;
- Memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar etik;
- Memutus perkara pelanggaran etik secara final dan mengikat.

Adapun kewajiban DKPP adalah menegakkan prinsip keadilan, kemandirian, imparsialitas, dan transparansi serta menjaga netralitas dalam menjalankan tugasnya.

Subjek Pengaduan dan Kewenangan Berjenjang

Melalui https://dkpp.or.id/, dijelaskan bahwa DKPP menangani laporan dari berbagai pihak, termasuk peserta pemilu, tim kampanye, pemilih, atau masyarakat luas yang melaporkan dengan identitas jelas. Sedangkan pihak yang bisa diadukan (Teradu) mencakup seluruh jajaran penyelenggara pemilu, dari anggota KPU dan Bawaslu pusat hingga Panwaslu TPS dan jajaran sekretariat.

Namun, kewenangan DKPP dalam memeriksa pelanggaran dilakukan secara berjenjang:

DKPP pusat menangani anggota KPU dan Bawaslu dari tingkat nasional hingga kabupaten/kota.
Untuk pelanggaran yang dilakukan oleh jajaran di bawahnya, seperti KPPS atau Panwaslu TPS, pemeriksaan dilakukan melalui Tim Pemeriksa Daerah (TPD).
TPD memiliki peran sebagai hakim etik di daerah dan anggotanya terdiri dari unsur DKPP, KPU Provinsi, Bawaslu Provinsi, dan unsur masyarakat sesuai kebutuhan.

Putusan DKPP: Final dan Mengikat

Putusan DKPP memiliki kekuatan hukum final and binding sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 458 UU No. 7 Tahun 2017. Ketentuan ini diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 31/PUU-XI/2013, yang menyatakan bahwa putusan DKPP wajib dilaksanakan oleh Presiden, KPU, maupun Bawaslu di semua tingkatan.

Putusan dapat berupa:

  • Teguran tertulis;
  • Pemberhentian sementara;
  • Pemberhentian tetap;
  • Atau rehabilitasi, jika teradu dinyatakan tidak bersalah.

Seluruh proses pengambilan keputusan dilakukan melalui rapat pleno DKPP setelah pemeriksaan terhadap bukti, saksi, dan keterangan teradu maupun pelapor.

Menjaga Marwah Demokrasi

Dengan sistem pemilu yang semakin kompleks, DKPP hadir sebagai pengawal marwah dan etika penyelenggara pemilu. DKPP bukan sekadar pengawas moral, tapi juga institusi yudisial etik yang menjaga integritas demokrasi Indonesia.

Sejak berdiri, DKPP telah melalui tiga periode kepemimpinan:

  1. Periode 2012–2017: Dipimpin Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie bersama sejumlah tokoh akademisi dan perwakilan KPU-Bawaslu.
  2. Periode 2017–2022: Dipimpin Dr. Harjono, dengan komposisi keanggotaan yang juga berasal dari beragam latar belakang kepemiluan.
  3. Periode 2022-20027: Heddy Lugito dilantik sebagai Anggota DKPP RI dari Unsur Masyarakat periode 2022 – 2027 di Istana Negara oleh Presiden Joko Widodo.

Kehadiran DKPP telah menjadi garda etika yang memastikan bahwa penyelenggara pemilu tetap bekerja dalam koridor integritas, tanggung jawab, dan keadilan—sebuah keharusan mutlak dalam demokrasi yang sehat dan bermartabat. (*)

Baca Juga