Komnas HAM Desak Polisi Bebaskan Mahasiswa Tim Medis UI Tersangka Aksi May Day 2025
Penulis: Rafika
Kamis, 05 Juni 2025 | 165 views
Cho Yong Gi, salah satu mahasiswa tim medis UI yang jadi tersangka demonstrasi May Day 2025. (X)
Presisi.co - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) angkat bicara soal penangkapan sejumlah mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dalam aksi May Day 2025 lalu.
Dalam kasus ini, para mahasiswa ditangkap dan dijerat pasal paret karena dituduh melakukan pelemparan. Padahal, kesaksian dari mereka menyebut tengah menjalankan tugas sebagai tim medis untuk mengevakuasi mahasiswa yang terluka saat demo.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan pihaknya telah menjalin komunikasi langsung dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto untuk membahas pembebasan belasan mahasiswa tersebut.
"Kami hari ini sudah berkoordinasi dengan Kapolda Metro Jaya. Kami meminta agar yang bersangkutan dibebaskan," kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah di Jakarta, Kamis 5 Juni 2025, sebagaimana diberitakan Suara.com.
Anis menilai aparat penegak hukum tidak dapat serta-merta menjerat peserta demonstrasi hanya karena terlibat dalam aksi massa. Sebab, demonstrasi merupakan bagian dari hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
"Itu kan bagian dari setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat dan ekspresi ya," katanya.
"Aksi damai di depan umum itu kan bagian dari hak penyampaian pendapat. Sehingga negara dalam posisi ini harus memastikan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan atas hak itu," katanya.
Anis menyebut, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Irjen Karyoto untuk mendorong pembebasan belasan mahasiswa itu.
"Kami sudah berkomunikasi hari ini dengan Kapolda, mudah-mudahan segera ditindaklanjuti untuk dibebaskan," ucapnya.
Komnas HAM, kata Anis, berharap pihak kepolisian segera menindaklanjuti permintaan pembebasan para mahasiswa, apalagi kepolisian sendiri selama ini sudah mengadopsi pendekatan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
"Kepolisian sendiri kan juga sudah memiliki peraturan kepolisian tentang hak asasi manusia. Jadi bagaimana peraturan di internal terkait HAM itu yang juga harus diterapkan ya dalam penanganan kasus-kasus," katanya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 14 mahasiswa ditetapkan sebagai tersangka dalam aksi peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025.
Mereka dituding melakukan tindakan provokasi dengan melakukan pelemparan terhadap petugas saat aksi tanpa bukti yang jelas. Padahal, keterangan para mahasiswa menyebutkan saat itu mereka bertugas sebagai tenaga medis di lapangan.
Salah satu dari mereka adalah Cho Yong Gi, mahasiswa Program Studi Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI. Ia mengisahkan saat kejadian, dirinya bersama tim medis tengah memberikan pertolongan kepada peserta aksi lain yang terluka di sekitar kawasan flyover dekat Gedung DPR RI.
"Ketika lewat dari pintu DPR, saya dengan tim gabungan medis lainnya ketika mau pulang lewat depan SPArk di bawah flyover, dengar suara ada warga yang bilang, 'ada yang kepalanya bocor, perlu pertolongan',” kata Cho Yong Gi menuturkan kronologis saat aksi May Day 2025, kepada wartawan, Selasa 3 Juni 2025.
Di lokasi, Cho mendapati beberapa orang mengalami luka, termasuk bibir robek, dan langsung memberikan bantuan. Namun saat tengah menolong, ia justru mendapatkanhardikan dari seseorang.
"Salah satu orang itu teriak, 'kamu ngapain disini?' terus dia dorong, jatuh," jelasnya.
Saat melihat kamera terpasang di helm Cho Yong Gi, seseorang di lokasi sempat berteriak memprovokasi bahwa Cho terlibat dalam aksi pelemparan terhadap aparat.
Ia kemudian langsung ditangkap, dibanting ke tanah, dan mengalami tindak kekerasan dari beberapa orang tak dikenal.
“Ada suara yang provokasi, ini yang tadi lempar-lempar gitu terus otomatis mereka langsung tangkap. Langsung ditangkap ditarik, dibanting ke bawah, dipiting lehernya dua orang diinjak, di bagian leher itu diinjak, satu sepatu di sini terus satu lagi lutut,” katanya.
"Habis itu ya dipukuli babi buta, nggak tahu siapa yang mukul, nggak tahu dari mana itu udah setelah dipukulin. Terus ada yang datang, pasang badan untuk stop pemukulan,” katanya.
Cho mengaku sempat digeledah, tetapi tak ditemukan barang mencurigakan selain perlengkapan medis, baju ganti, dan air minum. Semua barang tersebut disita saat penangkapan.
“Itu semua disita, jadi saya pulang nggak bawa apa-apa,” ungkapnya.
Cho Yong Gi menuturkan saat kejadian, beberapa rekannya sudah lebih dulu dimasukkan ke dalam mobil tahanan. Ia sempat mencoba menghentikan tindakan aparat agar rekannya batal digiring aparat dan tidak mengalami kekerasan.
Namun, upayanya justru direspons dengan pukulan tanpa ampun. Kemudian, ia ikut digelandang ke dalam mobil tahanan.
"Pas penangkapan itu kekerasannya ada, kalau pemeriksaan itu nggak ada kekerasan secara fisik langsung tapi sekitar pukul 11 malam, itu saya ada pendarahan atau mimisan sampai jam setengah satu subuh, itu masih berlangsung pemeriksaannya," jelasnya.
Pemeriksaan baru rampung sekitar pukul 2 hingga 3 dini hari. Ia baru bisa beristirahat setelahnya. Namun, keesokan paginya, Cho mengaku terkejut saat membaca ulang berita acara pemeriksaan yang harus ia tanda tangani.
Menurutnya, isi keterangan dalam dokumen tersebut berbeda dengan penjelasan yang ia sampaikan sebelumnya.
"Pokoknya itu nggak sesuai sama apa yang saya nyatakan dan itu menurut saya berbahaya karena saya tidak melempar, saya tidak melakukan pengerusakan tidak melakukan pemukulan, tidak macem-macem tapi di surat itu bisa jadi muncul,” ucapnya. (*)