RS Haji Darjad Diterjang Dugaan Malpraktik, Korban dan Kuasa Hukum Melapor ke DPRD Samarinda
Penulis: Muhammad Riduan
3 jam yang lalu | 0 views
Korban dugaan Malpraktik RS Haji Darjad Ria Khairunnisa (35) bersama Kuasa Hukum, Titus Tibayan Pakalla di DPRD Samarinda, Kamis 8 Mei 2025. (Presisi.co/Muhamamd Riduan)
Samarinda, Presisi.co – Dugaan kasus malpraktik di Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda menjadi sorotan publik setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis, 8 Mei 2025.
Rapat yang berlangsung di Gedung DPRD Samarinda itu dihadiri langsung oleh pihak korban dan kuasa hukumnya.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi, menjelaskan bahwa dugaan malpraktik muncul karena diduga ada prosedur medis yang tidak dijalankan sebelum operasi dilakukan.
"Ada dugaan prosedur yang tidak dilaksanakan sebelum operasi, dan itu yang memunculkan dugaan malpraktik. Namun, perlu kami tegaskan, DPRD tidak dalam kapasitas menyatakan ada atau tidaknya malpraktik. Itu ranah IDI," ujar Ismail.
Ia menambahkan, pihaknya akan mengagendakan pertemuan lanjutan dengan menghadirkan pihak rumah sakit, dokter penanggung jawab, dan perwakilan dari BPJS Kesehatan.
Sementara itu, kuasa hukum korban, Titus Tibayan Pakalla, menyampaikan kronologi kejadian yang dialami kliennya, Ria Khairunnisa (35). Menurut Titus, dugaan malpraktik bermula dari diagnosa yang dinilai tidak akurat hingga tindakan medis yang dilakukan tanpa komunikasi yang memadai.
"Awalnya klien kami mengalami sakit lambung setelah makan ketan. Ia sempat dibawa ke Klinik Islamic Center dan didiagnosa kambuhnya maag. Karena kondisi lemas, ia disarankan rawat inap," jelas Titus.
Setelah ditolak karena kamar penuh di RS Dirgahayu, dan mendapati RS SMC sedang tutup, Ria akhirnya dirawat di RSHD Samarinda. Namun, dalam proses perawatan di rumah sakit tersebut, menurut Titus, muncul sejumlah kejanggalan.
"Tanpa keluhan yang mengarah ke usus buntu, klien kami justru didiagnosis mengidap penyakit itu dan disarankan operasi. Padahal dua hari dirawat belum juga bertemu dokter," lanjutnya.
Ia mengungkapkan bahwa Ria sempat merasa kondisinya membaik dan ingin pulang. Namun, dokter menyarankan operasi usus buntu dengan catatan, jika menolak, biaya harus ditanggung sendiri—padahal Ria tercatat sebagai peserta BPJS.
"Karena tidak memiliki biaya tambahan, operasi pun dilakukan. Tapi pasca operasi, justru kondisi klien kami menurun. Ia mengalami demam tinggi dan muntaber," kata Titus.
Ketika hendak kembali ke RSHD untuk perawatan, menurut Titus, pihak rumah sakit menyatakan dokter tidak tersedia dan menyarankan pindah ke rumah sakit lain. Namun, dalam surat rujukan, disebutkan bahwa pasien dalam kondisi stabil, padahal saat itu Ria harus dibawa dengan ambulans karena tidak bisa berjalan.
"Dari kronologi itulah, kami menduga kuat adanya indikasi malpraktik," tegas Titus. (*)