search

Teknologi

DeepSeekDeepSeek AIChatbot AI China

Mengenal DeepSeek, Chatbot AI Buatan China Sukses Jadi Pesaing Berat ChatGPT

Penulis: Rafika
1 hari yang lalu | 105 views
Mengenal DeepSeek, Chatbot AI Buatan China Sukses Jadi Pesaing Berat ChatGPT
DeepSeek AI. (Ist)

Presisi.co - Kehadiran DeepSeek, aplikasi chatbot berbasis buatan China, sukses mengguncang industri kecerdasan buatan (AI) dengan inovasi terbarunya.

Melansir dari VOA Indonesia, DeepSeek berhasil mengembangkan model AI yang mampu menyaingi kemampuan sistem-sistem canggih seperti ChatGPT milik OpenAI, tetapi dengan biaya dan sumber daya komputasi yang jauh lebih rendah.

Hal ini lantas menjadikan DeepSeek pesaing kuat bagi platform chatbot AI lainnya seperti ChatGPT dan Meta.

Hingga 25 Januari 2025, DeepSeek telah diunduh sebanyak 1,6 juta kali dan menjadi aplikasi nomor satu di App Store di beberapa negara.

DeepSeek tersedia dalam dua versi, yaitu DeepSeek-V3 yang rilis pada Desember 2024 dan DeepSeek-R1 yang diluncurkan pada Januari 2025.

DeepSeek merupakan startup yang berbasis di Hangzhou, kota yang dikenal sebagai pusat teknologi China, tempat lahirnya raksasa industri seperti Alibaba.

Startup ini didirikan oleh Liang Wenfeng, seorang lulusan Universitas Zhejiang yang memiliki pengalaman luas dalam pengembangan teknologi dan bisnis. Sejak awal, Liang meyakini bahwa AI akan menjadi faktor utama dalam perubahan dunia, dan keyakinan tersebut diwujudkannya melalui DeepSeek.

DeepSeek rilis kali pertama pada Mei 2023 silam. Keunggulan utama apliikasi ini terletak pada strategi pengembangan AI yang lebih hemat biaya dibandingkan para pesaingnya.

Di China, perusahaan ini juga menuai pujian karena dinilai mampu menghadapi sanksi Amerika yang bertujuan membatasi akses terhadap chip berteknologi tinggi

Dengan memanfaatkan teknik Mixture of Experts (MoE), mereka mampu mengurangi konsumsi sumber daya komputasi tanpa mengorbankan kualitas performa AI. Pendekatan ini menjadikan DeepSeek sebagai ancaman serius bagi perusahaan teknologi besar yang bergantung pada model AI dengan biaya tinggi.

 

Pada 2021, Financial Times melaporkan bahwa Liang mulai membeli unit pemrosesan grafis (GPU) Nvidia untuk proyek ini. Para rekanan yang diwawancarai oleh Waves menggambarkan dirinya sebagai sosok yang lebih mirip seorang penggemar teknologi daripada seorang eksekutif.

Bertahun-tahun ia mencurahkan waktu untuk meneliti penerapan AI di berbagai sektor, sebagaimana diungkapkannya dalam wawancara dengan media berita investasi China, Waves, tahun lalu.

Upayanya membuahkan hasil melalui High-Flyer, sebuah perusahaan investasi kuantitatif yang mengandalkan AI untuk menganalisis pola pasar saham.

Strategi ini terbukti sukses dan menghasilkan keuntungan puluhan miliar yuan dari aset yang dikelola, sehingga menjadikan High-Flyer salah satu hedge fund kuantitatif terkemuka di China.

Dan proyek yang penuh gairahnya kini mengejutkan para pakar industri dan memicu anjloknya saham raksasa produsen cip Amerika, Nvidia. (*)

Editor: Rafika

Baca Juga