Kepala Dinkes Kaltim Jelaskan Upaya Pemprov Menekan Angka Stunting
Penulis: Giovanni Gilbert Anras
18 jam yang lalu | 61 views
Samarinda, Presisi.co – Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur (Dinkes Kaltim), Jaya Mualimin menjelaskan masalah stunting yang masih menjadi tantangan di Benua Etam.
Meskipun prevalensi stunting di Kaltim telah turun menjadi 22,9 persen dari 37 persen pada 2015, upaya Dinkes Kaltim masih diperlukan untuk mencapai target nasional di bawah 14%.
“Penurunan ini signifikan, tapi tidak cukup. Kami harus terus bekerja untuk memastikan generasi muda Kaltim tumbuh sehat dan produktif,” ujar Jaya pada Rabu, 19 November 2024.
Jaya menjelaskan, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan anak. Faktor utama meliputi infeksi penyakit, pola asuh yang kurang tepat, dan lingkungan dengan sanitasi buruk.
“Anak-anak yang sering menderita diare, TBC, atau pneumonia sulit menyerap nutrisi meskipun diberi makanan bergizi. Ini menunjukkan, pengobatan penyakit infeksi sama pentingnya dengan pemberian makanan,” katanya.
Selain itu, kurangnya literasi gizi menjadi tantangan lain yang harus diatasi. Ia mencontohkan kesalahan pengolahan makanan, seperti mencampur telur dengan kecap, yang dapat merusak kandungan protein.
“Kami akan terus memberikan edukasi kepada ibu hamil dan orang tua tentang cara pengolahan makanan yang benar,” imbuhnya.
Mengatasi hal tersebut, Dinkes Kaltim terus mendorong pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan sebagai langkah awal mencegah stunting. Untuk mendukung ibu bekerja, Dinkes berencana menyediakan fasilitas pojok ASI di tempat kerja.
“Kami ingin memastikan ibu bekerja tetap bisa memberikan ASI kepada anaknya secara ekslusif. Fasilitas seperti kulkas dan kantong ASI akan kami sediakan untuk meminimalisir pembiayaan,” ujar Jaya.
Selain memberikan fasiltas tersebut, Dinkes Kaltim tengah mengembangkan sistem digital untuk memantau data stunting. Teknologi ini akan membantu mengidentifikasi anak-anak yang berisiko sehingga intervensi dapat dilakukan lebih cepat.
“Intervensi tidak hanya berupa makanan tambahan, tetapi juga mencakup vaksinasi, pengobatan penyakit infeksi, dan edukasi kepada ibu-ibu sejak masa kehamilan,” jelas Jaya.
Jaya menekankan, penanganan stunting membutuhkan kolaborasi lintas sektor, termasuk dukungan dari masyarakat dan sektor swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
“Intervensi yang efektif hanya mampu menurunkan sekitar 30% kasus stunting. Oleh karena itu, perlu keterlibatan seluruh pemangku kepentingan,” tuturnya.
Dinkes Kaltim optimis prevalensi stunting dapat ditekan hingga mencapai standar WHO di bawah 14%. Jaya bilang perhatian terhadap stunting tidak hanya soal tinggi badan, tetapi juga memastikan anak-anak memiliki masa depan yang sehat dan cerdas.
“Dengan pendekatan terpadu, kami yakin Kaltim dapat menciptakan generasi yang tangguh dan berkualitas,” pungkasnya. (*)