search

Daerah

Ibu Kota NegaraIlmu KomunikasiUniversitas MulawarmanHairunnisa HusainHadi MulyadiRUU IKN

Ibu Kota Negara Pindah ke Kaltim, Masyarakat dan Pemerintah Siap?

Penulis: Jeri Rahmadani
Selasa, 09 November 2021 | 1.687 views
Ibu Kota Negara Pindah ke Kaltim, Masyarakat dan Pemerintah Siap?
Suasana Talkshow "Komunikasi Partisipatif Masyarakat Kaltim Menuju IKN Tangguh" oleh program studi Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman (Unmul) pada Selasa, 9 November 2021. (Jeri Rahmadani/Presisi.co).

Samarinda, Presisi.co - Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman (Unmul) menghelat talkshow dengan tema "Komunikasi Partisipatif Masyarakat Kaltim Menuju IKN Tangguh" pada Selasa, 9 November 2021.

Acara tersebut digelar di Ruang Sidang Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip), dengan menerapkan protokol kesehatan dan dilangsungkan secara hybird.

Menghadirkan berbagai narasumber yaitu Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi, Dosen Ilkom Fisip Unmul, Hairunnisa Husain, Direktur Utama Presisi.co, Oktavianus, dan dimoderatori oleh dosen Administrasi Publik Fisip Unmul, Santi Rande.

Selama acara berlangsung, Santi Rande mencecar beberapa narasumber dengan pertanyaan terkait seberapa penting, dampak, hingga keuntungan dari pemindahan Ibu kota negara (IKN) bagi daerah Kaltim sendiri nantinya.

Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi menyebut, pemindahan IKN ke Kaltim merupakan anugerah besar yang diberikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Alasannya, sekira 60 persen anggaran saat ini masih hanya berputar di pulau Jawa. Sementara Kaltim, disebutnya anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) nya tak lebih dari Rp 15 triliun. Berbeda jauh dibandingkan dengan 4 provinsi dan 2 wilayah khusus di Jawa yang mendapat ratusan triliun APBD per tahunnya saat sebelum pandemi Covid-19.

Hal tersebut dijelaskan Hadi, membuat pemerintah daerah (pemda) khususnya Pemprov Kaltim terseok-seok melaksanakan pembangunan. Sehingga, kata dia, dengan hadirnya IKN di Kaltim akan membuat daerah Benua Etam semakin berkembang.

"Karena berbicara keuangan, kami pernah meminta daerah otonomi khusus. Kami minta lagi desain riview dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam (SDA) berupa minyak dan gas (Migas) dengan pembagian angka 30 persen ke daerah. Kemudian terkait perlindungan masyarkat adat juga," ucap Hadi.

Meski demikian, Hadi melanjutkan, bahwa pemindahan IKN secara keseluruhan akan memakan waktu lama. Menurutnya, jika hanya 20 tahun saja, proses pemindahan IKN di Kaltim sebagai pusat pemerintahan diperkirakan masih belum dapat selesai.

"Yang ditargetkan (pemindahan) baru istana negara saja. Setelahnya baru kemudian instansi MPR dan DPR mengikuti bertahap. Tapi itu tidak apa-apa, untuk warisan anak cucu kita di Kaltim. Pemprov akan mendukung. Tidak hanya mendukung saja, kami minta (perpindahan pemerintah pusat) harus seimbang, selaras, serta berkelanjutan dengan pembangunan kabupaten dan kota di sekitarnya," kata Hadi.

Hadi menuturkan, bahwa komunikasi yang dibangun Pemprov Kaltim agar terjadi partisipasi masyarakat dalam pembangunan, adalah dengan melakukan pendekatan di lapangan. Ia menyebut, sejak periode ke II pemindahan IKN dicanangkan oleh pemerintah pusat dan mulai mengerucut pada Agustus 2019, Pemprov Kaltim dua tahun sebelumnya sudah aktif menyampaikan hal tersebut.

"Yang banyak disosialisasikan itu masyarakat di sekitar Penajam Paser Utara (PPU) yang menjadi titik lokasi IKN. Sudah koordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat, mereka menerima dengan baik. Yang menjadi persoalan, (komunikasi) belum maksimal itu dari pusat ke daerah. Itu seringkali tidak jelas," beber Hadi.

Terkait pemindahan IKN ini, seluruh anggaran dan pengawasannya merupakan kewenangan pemerintah pusat. Sementara Pemprov Kaltim memiliki keterbatasan.

Sementara itu, narasumber lainnya Hairunnisa Husain menjelaskan, ada 4 indikator komunikasi partisipatif yang perlu dipahami oleh pemerintah dalam mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.

Pertama heteroglasia. Komunikasi pembangunan harus dibangun berdasarkan perbedaan semua lini; adat, suku, budaya, ekonomi, yang berdiri di semua perbedaan.

Perempuan yang karib disapa Nisa itu melanjutkan, konsep komunikasi partisipatif selanjutnya adalah dialogis. Dikatakannya, dalam konsep dialogis ini bukan hanya pemerintah yang terus menerus memberikan instruksi kepada masyarakat. Kendati, turut mendengar isu-isu yang disampaikan oleh rakyat nya juga.

"Jadi, komunikasi itu dari bawah ke atas. Supaya terwujudnya kenyamanan masyarakat yang selaras dengan pembangunan yang terjadi. Itu bisa dibentuk dengan forum-forum dialogis. Sederhana tapi ampuh," jelasnya.

Konsep komunukasi partisipatif ketiga adalah Polopini. Dalam konsep ini, dijelaskan Nisa bahwa Poliponi adalah
bentuk tertinggi dari suatu dialog. Bertujuan memperjelas suatu hal dari suara-suara yang sebelumnya tidak menyatu.

"Suara yang tidak sama itu bisa tetap terakomodir," lanjutnya.

Keempat, Karnaval. Konsep ini dalam komunikasi pembangunan membawa semua varian dari semua ritual seperti
legenda, komik, festival, permainan, parody, dan hiburan secara bersama-sama. Proses komunikasi ini dilakukan dengan tidak terlalu formal.

"Jadi pendekatannya itu berdasarkan adat istiadat," ujar Nisa.

Sementara itu, Direktur Presisi.co, Oktavianus selaku praktisi pengelolaan media menuturkan, isu pemindahan IKN di Kaltim menjadi isu yang terus berkelanjutan. Kendati yang saat ini banyak disorot adalah Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN).

Salah satu yang menjadi perhatian adalah infrastruktur di daerah sekitar IKN dan kota-kota penyangganya. Jangan sampai, kata dia, pembangunan di sektor-sektor tersebut tak sebagus titik lokasi IKN nantinya.

"Jangan sampai begitu masuk dan keluar dari lokasi IKN, listrik sudah tidak ada dan hanya hutan saja. Artinya, akselerasi penting sekali untuk menunjukan ketangguhan Kaltim untuk negara," tuturnya.

Oktavianus menyebut, terkait peran media dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan khususnya pemindahan IKN, menurutnya didasarkan pada aktor dari pemangku kebijakan itu sendiri, yaitu pemerintah. Media, disebutnya hanya menyampaikan tujuan-tujuan pembangunan tersebut untuk kemudian dikonsumsi dan dinilai oleh publik.

"Misalnya, untuk menuju IKN nanti bagaimana nanti dengan nasib petani atau UMKM-nya," kata dia. (*)

Editor: Yusuf