Arkeolog Meneliti Lokasi IKN, Ditemukan Sisa Peradaban Purba di Desa Mentawir
Penulis: Nur Rizna Feramerina
Sabtu, 05 Juni 2021 | 1.399 views
Balikpapan, Presisi.co – Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas) melakukan penelitian di kawasan Ibu Kota Negara (IKN), Penajam Paser Utara (PPU). Dari penelitian tersebut, Arkenas menemukan sisa peradaban purba dan potensi sumber daya peradaban.
Sebelumnya, Arkenas meneliti di Kecamatan Sepaku, PPU. Riset dipimpin Prof. Dr. Harry Truman Simanjuntak. Tim peneliti menemukan sebuah gua hunian dengan jarak lurus sepanjang 5 kilometer dari titik nol, serta masuk zona inti IKN di pegunungan dan hutan primer. “Akses ke sana sangat sulit,” kata Harry.
Pada penelitian ini pula ditemukan artefak berupa peralatan seperti batu, fosil, tulang manusia, gigi serta temuan seperti cangkang kerang. Padahal, lokasi penemuan sangat jauh dari laut. Selain itu ditemukan pula sisa jejak manusia. Walau masih sebatas fragmen tulang dan perlu dianalisa lebih lanjut.
Terbaru, tim peneliti Arkenas menemukan potensi sumberdaya peradaban. Disebutkan Kepala Pusat Penelitian Arkenas, Dr I Made Geria, Kaltim memiliki potensi peradaban luar biasa. Sebab sejak 40 ribu tahun lalu, peradaban di Sangkulirang ditemukan. Selain itu, ada pula peradaban di Kutai Kartanegara. “Ini mengindikasikan peradaban ada sejak dulu, dan itu menjadi pondasi keberadaan kita sekarang,” terangnya.
Untuk mendukung pembangunan IKN, Arkenas melakukan sejumlah penelitian dengan terjun langsung ke desa-desa adat di sekitar lokasi IKN. Tujuannya mengidentifikasi kearifan lokal dan kebudayaan masyarakat setempat. Dari penelitian tersebut, Arkenas akan memberi rekomendasi kepada pemerintah pusat mengenai landasan pembangunan IKN berwawasan forest city.
Mengenai pengelolaan air dan sumberdaya alam, kata Geria, masyarakat Kalimantan memiliki hal itu. Sebagai contoh, masyarakat dayak mengenal istilah lati tana yang artinya keseimbangan manusia dengan alam kemudian dengan Tuhan. “Ini harmonisasi keseimbangan,” ujar Geria.
Lebih lanjut, beberapa waktu lalu, tim peneliti mengunjungi desa adat Mentawir di Kecamatan Sepaku, PPU. Di sana, Geria melihat masyarakat mengelola kawasan mangrove dengan kearifan lokal. Di samping itu, mangrove juga menjadi sumber pangan bagi masyarakat setempat.
Dalam melestarikan mangrove, masyarakat setempat mempercayai sebuah larangan atau aturan adat. Jika aturan itu dilarang, maka akan mendapat sanksi sosial. Artinya, masyarakat setempat berusaha tidak bertindak yang merugikan. Contohnya merusak lingkungan. Di sisi lain, buah mangrove dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk membuat sirup dan pupuk. ”Yang saya lihat sebenarnya masyarakat sudah diwarisi leluhur sebuah kehidupan berkelanjutan. Tapi perlu mendapatkan perhatian,” imbuh Geria.
Selain mangrove, tim peneliti juga menemukan masyarakat setempat kerap membuat olahan dari bambu. Yang pertama, sejak dulu masyarakat setempat memanfaatkan bambu sebagai penahan atau tanggul untuk air sungai yang meluap karena hujan deras. Ini juga untuk mengantisipasi erosi.
Yang kedua, bambu sering dimanfaatkan sebagai kerajinan. Disebutkan Geria biasanya kerajinan dari bambu ini berupa topi atau caping dan bakul. Namun saat ini, menurutnya, olahan bambu ini perlu dimaksimalkan karena hanya dibuat beberapa orang. “Kalau dulu banyak, biasanya dipasarkan ke Balikpapan,” ungkapnya.
Temuan lainnya, di Mentawir ditemukan sungai yang alirannya melalui lingkungan desa tersebut. Lingkungan itu hanya bisa dimanfaatkan ketika hujan deras. Sehingga, masyarakat setempat akan beraktivitas menggunakan perahu. Namun jika di musim kemarau, perahu-perahu tersebut tampak diparkirkan di sebuah dataran. Disebutkan Geria, ini menjadi potensi wisata. “Ketika saya ke sana, kaget, kok ada perahu di kebun orang,” ucapnya.
Untuk itu, dengan adanya temuan-temuan ini, Geria berharap kehidupan masyarakat setempat bisa dibangkitkan. (*)