search

opini

Pertanian Kuat untuk Kaltim Berdaulat

Penulis: Siaran Pers
Senin, 21 September 2020 | 1.011 views
Pertanian Kuat untuk Kaltim Berdaulat
Abdul Rahim, Kebijakan Publik KAMMI Universitas Mulawarman

Salah satu hal terpenting dalam mengatasi problematika pangan Kalimantan Timur adalah mencetak petani modern, khususnya mahasiswa pertanian.

 

Presiden Soekarno pernah menuturkan bahwa pangan adalah hidup mati sebuah bangsa. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan rumah tangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan.

Sedangkan menurut UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, menyebutkan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari produk pertanian, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lainya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan atau minuman.

Berbicara tentang pangan, Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam,memiliki tanah yang luas dan subur. Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris yaitu sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai mata pencaharian sebagai petani atau bercocok tanam. Itu semua terbukti pada pemerintahan orde baru kekuasaan Soeharto,Indonesia mampu melakukan swasembada beras tepatnya pada tahun 1984.

Indonesia mampu swasembada beras pada saat itu karena didukung oleh sistem pemerintahan Soeherto yang memang fokus kepada pangan,dengan program kerjanya yang efektif seperti pelita,dan sistem revolusi hijau. Hal itu juga didukung oleh pemasokan beras yang besar disetiap pulau di Indonesia. Salah satunya adalah pulau Kalimantan khususnya Kalimantan Timur. Kalimantan Timur termasuk salah satu provinsi terkaya di Indonesia,dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah,seperti minyak,tambang,batu bara,dan sektor pertanian.

Kalimantan Timur dahulunya termasuk penghasil beras yang cukup besar. Bahkan salah satu desa di Kalimantan Timur di tetapkan sebagai desa lumbung padi. Desa tersebut adalah desa Mulawarman,kabupaten Kutai Kartenegara. Pada awalnya desa tersebut memiliki luas 526 hektare,setiap kepala keluarga mendapatkan lahan kurang lebih dua hektare dan masing-masing keluarga memanfaatkan jatah lahan seluas dua hektare tersebut untuk pertanian, baik bertanam padi maupun tanaman pertanian lainnya. Sehingga pada saat itu,kondisi pangan Kalimantan Timur sangat baik dan tidak kekurangan beras.

Namun bagaimana dengan kondisi ketahanan pangan Kalimantan Timur sekarang? Bagaimana kondisi petani dan pertanian kita sekarang?

Sudah 75 tahun Indonesia merdeka, namun petani masih jauh dari kata sejahtera. Setiap tahun, pada tanggal 24 September di peringati sebagai Hari Tani Nasional. 24 September 2020 merupakan Hari Tani Tani Nasional yang ke 60, yang kemudian merupakan hari tonggak sejarah bangsa dalam memandang arti penting petani dan hak kepemilikan atas tanah, serta keberlanjutan masa depan agraria di Indonesia mengingat Indonesia adalah negara agraris dan mayoritas rakyatnya adalah petani.

Namun sampai saat ini, kondisi pertanian Kalimantan Timur memiliki banyak problematika yang harus kita selesaikan terlebih dahulu sehingga harapan ketahanan pangan Kalimantan Timur menjadi kenyataan bukan hanya sekedar angan-angan. Ada beberapa problematika pangan di Kalimantan Timur,yaitu

Pertama, keterbatasan investasi. Minimnya investasi pada sektor infrastruktur pertanian, seperti akses jalan, irigasi, sistem logistik dan gudang penyimpanan sering kali berdampak pada tingginya biaya transportasi untuk mengangkut hasil panen.

Kedua, alih guna lahan pertanian. Adanya alih fungsi lahan menjadi non-pertanian, maka otomatis lahan pertanian menjadi semakin berkurang. Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian pada 2012 menyebutkan bahwa lahan pertanian di Indonesia berkurang sekitar 8 juta hektare. Alih fungsi lahan menyebabkan penurunan produksi, hal ini kemudian berdampak pada masalah pemenuhan kebutuhan. Salah satunya juga seperti desa Mulawarman yang awalnya adalah desa Lumbung padi yang memiliki lahan 526 hektare kini telah di alih fungsikan ke sektor pertambangan sehingga luas lahan di Desa Mulawaman hanya tinggal 20 hektare,hal tersebutlah yang menyebabkan turunnya produksi beras di Kalimantan Timur.

Ketiga, ketidakstabilan pasar. Ketidakstabilan pasar nasional maupun internasional merupakan problematika yang sering dihadapi semua negara dalam memenuhi kebutuhan pangan. Pemerintah Indonesia dalam hal ini telah menerbitkan Perpres No.71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Kebutuhan Penting.

Dalam peraturan tersebut, pemerintah memberi wewenang pada Kementerian Perdagangan untuk menetapkan harga bahan pokok ketika harga bergejolak, mengawasi penyimpanannya, serta mengkoordinasi dan melakukan berbagai tindakan yang berkaitan dengan stabilisasi harga kebutuhan pokok. Selama ini kebijakan-kebijakan pangan masih diputuskan secara sektoral dan belum terintegrasi dengan sempurna, baik oleh Kemendag, Kementerian Pertanian, pemerintah daerah, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog), maupun lembaga lainnya.

Dan, keempat, krisis kebijakan politik. Kebijakan politik selama ini cenderung belum mengakomodir persoalan pangan. Tidak banyak kebijakan strategis yang berorientasi pada kemandirian pangan. Karenanya pemerintah dan elemen masyarakat sudah saatnya membentuk suatu otoritas/lembaga khusus yang menangani persoalan kebutuhan pangan.

Dan ,kelima,kurangnya petani produktif. Sekarang,usia rata-rata petani adalah kisaran 50-60 tahun dan memiliki pendidikan yang relatif rendah. Kurangnya pengetahuan tentang pertanian dan usia yang telah lanjut menyebabkan menurunkankan nya produktifitas pertanian.

Dari semua problematika masalah pangan,pemerintah harusnya lebih peduli dan memberikan perhatian yang cukup tinggi di sektor pertanian. Prof Bernatal Saragih dari Fakultas Pertanian (Faperta), Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, mengatakan banyak hal yang harus dibenahi pemerintah. Disebutkan olehnya, para regulator ini tak seharusnya memperlakukan sektor pertanian dengan pola pemadam kebakaran. Hanya bekerja memadamkan saat api telah berkobar.“Contohnya saat cabai naik. Baru sibuk memberi bantuan bibit.

Pertanian ini harus dikelola secara berkelanjutan. Kalau ini terus berulang, berarti pemerintah tidak bisa mengambil pelajaran. Pemerintah harus mempersiapkan sarana produksi, perlu disiapkan pula akses terhadap pasar yang lebih baik sehingga yang merasakan kenaikan harga pada hasil produksi pertanian adalah petani,bukan oknum yang tidak bertanggung jawab.

Salah satu hal terpenting dalam mengatasi problematika pangan Kalimantan Timur adalah mencetak petani modern, khususnya mahasiswa pertanian. Mahasiswa pertanian harus bisa dan mau turun langsung kelapangan,harus bekerja sesuai dengan bidangnya. Mahasiswa pertanian yang telah menempuh pendidikan dan telah mendapatkan banyak ilmu dan pengetahuan tentang pertanian diharapkan kedepannya akan menjadi penggerak yang akan membawa pertanian lebih baik kedepannya.

Berdasarkan paparan di atas. KAMMI Komisariat Universitas Mulawarman mwnyatakan sikap sebagai berikut

1. Mengecam tindak pemerintah atas alih fungsi lahan pertanian sebagai areal produksi tambang.
2. Mencabut izin pelaku yang mengambil alih lahan pertanian
3. Menuntut pemerintah untuk menstabilkan Nilai Tukar Petani
4. Menuntut pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani

Penulis : 
Abdul Rahim, Kebijakan Publik KAMMI Universitas Mulawarman