Penulis: Akmal Fadhil
Kamis, 13 November 2025 | 290 views
Aksi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim di Kejati Kaltim. (Presisi.co/Akma)
Samarinda, Presisi.co — Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim segera menetapkan PT Kencana Wilsa sebagai tersangka atas dugaan kegagalan melakukan reklamasi pascatambang di Kabupaten Kutai Barat (Kubar).
Desakan itu disampaikan dalam aksi damai yang digelar di depan Kantor Kejati Kaltim, Kamis 13 November 2025.
JATAM menilai perusahaan tambang batu bara tersebut telah meninggalkan lahan bekas tambang tanpa reklamasi, padahal izin operasinya telah berakhir sejak Desember 2023.
“Kegagalan PT Kencana Wilsa melakukan reklamasi bukan lagi pelanggaran administratif, tetapi sudah masuk kategori kejahatan lingkungan hidup,” tegas Koordinator Lapangan JATAM Kaltim, Fauzan, saat aksi berlangsung.
Menurut hasil analisis geospasial JATAM, perusahaan itu meninggalkan tiga lubang bekas tambang terbuka seluas 6,4 hektare dan bukaan lahan mencapai 37,5 hektare, setara dengan dua belas lapangan sepak bola.
Kawasan tersebut berada di sekitar Kampung Gleo Asa, Kutai Barat, dan dinilai menimbulkan ancaman serius terhadap keselamatan warga dan kualitas lingkungan.
“Lubang-lubang tambang itu ibarat bom waktu. Saat hujan deras, airnya menggenang dan merembes ke sumber air warga. Ini ancaman nyata, bukan sekadar potensi,” ujar Fauzan.
JATAM mencatat, laporan resmi atas dugaan pelanggaran tersebut telah disampaikan kepada Kejati Kaltim sejak 19 Juni 2025, namun hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.
“Sudah hampir lima bulan sejak laporan masuk, tapi belum ada progres. Kejati baru memanggil beberapa warga dan meminta data tambahan, tanpa kejelasan tindak lanjut,” kata Fauzan.
Laporan itu merujuk pada Pasal 161B ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, yang mengatur sanksi pidana bagi pemegang izin yang tidak melaksanakan reklamasi dan pascatambang.
Ancaman hukumannya berupa penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Dalam pernyataan resminya, JATAM Kaltim menyampaikan tiga tuntutan kepada Kejati: 1. Mengumumkan secara resmi perkembangan penanganan laporan dugaan pelanggaran reklamasi oleh PT Kencana Wilsa. 2. Menetapkan PT Kencana Wilsa sebagai tersangka. 3. Membawa perkara tersebut ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
“Masyarakat sudah terlalu lama hidup berdampingan dengan bahaya lubang tambang. Jika bukti sudah cukup, Kejati harus bertindak tegas,” ujar Fauzan.
JATAM juga menyoroti aspek perizinan tambang yang dinilai sarat kepentingan politik. Menurut mereka, izin operasi PT Kencana Wilsa diterbitkan pada masa pemerintahan mantan Bupati Kutai Barat, Ismail Thomas, dan menjadi contoh lemahnya pengawasan pemerintah terhadap kewajiban pascatambang.
“Kasus ini menggambarkan wajah buram pengelolaan pertambangan di Kaltim tambang beroperasi, lalu pergi meninggalkan luka,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Kejati Kaltim, Kasi II Asisten Intelijen Julius Michael Sidabutar, menerima langsung dokumen laporan yang diserahkan JATAM.
Ia menyatakan bahwa seluruh laporan masyarakat akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme hukum.
“Setiap laporan akan kami pelajari dan proses sesuai prosedur yang berlaku,” kata Julius singkat
Meski demikian, JATAM menilai pernyataan tersebut belum menjawab kekhawatiran warga yang hidup di sekitar wilayah tambang.
Mereka berkomitmen akan terus mengawal kasus ini hingga Kejati mengambil langkah hukum yang tegas terhadap perusahaan.
Kasus PT Kencana Wilsa menambah panjang daftar perusahaan tambang di Kalimantan Timur yang diduga meninggalkan bekas galian tanpa reklamasi.
Provinsi ini, yang selama dua dekade menjadi penopang utama ekonomi nasional lewat sektor batu bara, juga menyimpan ratusan lubang tambang terbuka yang sebagian bahkan telah menelan korban jiwa.
“Perjuangan ini bukan sekadar soal reklamasi, tapi soal hak warga untuk hidup aman dan mendapatkan lingkungan yang sehat,” pungkas Fauzan. (*)