Masyarakat Tetap Harus Tunjukkan KTP Saat Beli Gas Elpiji 3 Kg di Pengecer, Apa Alasannya?
Penulis: Rafika
2 jam yang lalu | 0 views
Presisi.co - Usai huru-hara antre gas elpiji 3 kilogram yang membludak di sejumlah daerah hingga menelan korban jiwa, pemerintah akhirnya memperbolehkan gas melon dijual lagi di pengecer.
Meski begitu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, menegaskan pembelian gas elpiji 3 kg tetap harus menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Kebijakan ini diberlakukan untuk memastikan distribusi gas bersubsidi tetap tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak, seperti pengoplos.
"Kalau enggak pakai KTP mau pakai apa? Kalian mau LPG 3 kilo ini dipakai, dioplos baru dikasih ke industri?" kata Bahlil di komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/2/2025), sebagaimana diberitakan Suara.com.
Ia menekankan bahwa subsidi pemerintah untuk LPG 3 kg harus benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang membutuhkan. Jika distribusinya tidak terkontrol, ada kemungkinan besar gas bersubsidi justru jatuh ke tangan pihak yang menyalahgunakannya.
"Nanti subsidi kita ini gimana itu maksudnya. Tapi kami juga ingin yang disubsidi ini masyarakat belinya dengan harga yang terukur, terjangkau sesuai dengan apa yang program pemerintah," kata Bahlil.
Bahlil sebelumnya melakukan inspeksi ke beberapa pangkalan elpiji sebelum bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana. Menurutnya, saat ini sudah ada perbaikan dalam sistem distribusi gas elpiji 3 kg. Namun, ia tak menampik ada sejumlah persoalan yang masih harus ditangani.
"Yang kedua adalah kita melakukan penataan ini. Kan dalam rangka memastikan bahwa subsidi itu tepat sasaran karena kita itu subsidinya itu Rp87 triliun per tahun dengan perhitungan per galon itu, per tangki itu maksimal harganya sebenarnya di angka Rp18 ribu- Rp19 ribu. Udah paling jelek, jelek banget kalau ada mark up itu udah paling jelek Rp20 ribu, udah jelek banget lah tapi sebenernya Rp18 ribu - Rp19 ribu," tutur Bahlil.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya lonjakan harga yang cukup signifikan.
"Tapi apa yang terjadi, harga kita itu ada yang sampe Rp25 ribu sampai Rp30 ribu. Artinya subsidi kita ini banyak yang tidak tepat sasaran, itu satu dari sisi harga," kata Bahlil.
Selain itu, Bahlil juga ingin mengatasi praktik pengoplosan gas elpiji 3 kg yang kemudian dijual kembali ke masyarakat dengan harga lebih tinggi.
"Kan nggak sehat menurut kami. Kemudian kami bikin tata kelolanya, selama ini kan yang terjadi dari Pertamina ke agen, agen ke pangkalan. Kalau ini masih bisa dikoordinir karena masih pakai aplikasi, tapi pangkalan ke pengecer nah itu udah susah untuk di-tracking," kata Bahlil. (*)