Direktur Pusat Studi Konstitusi Kritisi 100 Hari Prabowo-Gibran
Penulis: Giovanni Gilbert Anras
10 jam yang lalu | 0 views
Samarinda, Presisi.co - Direktur Pusat Studi Konstitusi, Demokrasi, dan Masyarakat, Suwardi Sagama menyampaikan kritik atas 100 hari kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam pandangannya, terdapat beberapa kebijakan yang perlu ditinjau ulang, khususnya terkait penambahan jumlah menteri, program makan bergizi gratis, dan potensi sentralisasi yang dinilainya bertentangan dengan semangat otonomi daerah. Menurut Suwardi, penambahan jumlah menteri sejak awal pemerintahan merupakan langkah yang kurang tepat.
“Awalnya undang-undang meminta efisiensi jumlah menteri, tetapi malah terjadi penambahan. Ini sinyal buruk yang dapat berdampak pada efektivitas pemerintahan,” ujar Suwardi pada Jumat, 17 Januari 2025.
Terkait program makan bergizi gratis (MBG), Suwardi menekankan pentingnya keseimbangan antara asupan nutrisi dan kualitas pendidikan.
“Memberikan makan bergizi itu baik, tetapi harus dibarengi dengan sarana pendidikan yang memadai seperti ruang kelas yang nyaman dan alat belajar yang memadai,” jelasnya.
Ia juga mempertanyakan wacana penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk mendukung program nasional ini.
“Tidak semua daerah memiliki kapasitas anggaran yang memadai. Untuk merekrut pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) saja banyak daerah yang kesulitan, apalagi menambah beban anggaran seperti ini,” tambahnya.
Suwardi juga mengkritisi wacana yang dapat mengarah pada sentralisasi kekuasaan di tingkat pusat. Menurutnya, semangat otonomi daerah yang menjadi landasan reformasi justru terancam.
“Jika pola kepala daerah dijadikan seperti menteri yang hanya menjadi pembantu presiden, ini akan mencederai semangat desentralisasi yang telah dibangun,” tegasnya.
Ia menekankan, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan memiliki tanggung jawab untuk bekerja secara otonom.
“Jika pusat terlalu mengintervensi, maka kebijakan daerah akan kehilangan independensinya. Ini tidak sejalan dengan prinsip desentralisasi yang dirancang untuk mendekatkan pemerintah kepada rakyat,” jelasnya.
Suwardi mengajak pemerintah pusat dan daerah untuk mencari jalan tengah yang tidak mengorbankan otonomi daerah.
“Desentralisasi memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk berinovasi dan bekerja sesuai kebutuhan lokal. Jika semangat ini hilang, kita hanya akan kembali ke pola sentralisasi yang kurang efektif,” tutupnya. (*)