Penulis: Rafika
Presisi.co - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, mendapatkan ancaman penculikan jelang gelaran debat cawapres kedua sekaligus terakhir pada Minggu (21/01/2024) mendatang.
Namun, ancaman penculikan kepada Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu bukan hal yang serius. Narasi tersebut hanya candaan yang dilontarkan oleh pendukungnya.
Awalnya seorang warganet di platform X (dulu Twitter) memberi semangat kepada Cak Imin agar tampil maksimal di debat keempat Pilpres 2024. Namun, jika Cak Imin melakukan kesalahan atau blunder, akun tersebut bergurau akan menculik cawapres pasangan Anies Baswedan itu ke Rengasdengklok.
Narasi tersebut berdasarkan peristiwa penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok oleh golongan pemuda sehari sebelum proklamasi kemerdekaan tahun 1945.
"Terima kasih Cak Imin, semangat juga untuk debat ke-4. Kalau cak imin blunder, kami dari golongan pemuda akan menculik anda ke Rengasdengklok," tulis akun @bimsatriaa pada Selasa (16/01/2024).
Cuitan tersebut lantas mendapatkan balasan dari Cak Imin. Politikus berusia 57 tahun itu mengunggah cuitan berisi narasi sindiran soal penculikan.
"Husshh husshh...jangan culak-culik. Nggak bahaya tah," sahut @cakimiNOW, Rabu (17/01/2024).
Postingan Cak Imin itu lantas mendapatkan beragam respon dari warganet X.
"Pak @aniesbaswedan mending disita deh hapenya," seloroh akun @neohistoria_id.
"Cak imin, plis jangan mode lawakan Cak Cak Jowo yang lucu kayak Cak Lontong. Plis ini debat cawapres, bukan stand up fest. Semangat cak imin!" timpal warganet lain menyemangati.
"Enggak tau kenapa saya kegemesan banget lihat typing Cak Imin," ujar warganet lainnya.
"Pak yuk belajar buat debat dulu, takut kena culik sebelum debat," timpal warganet berbeda.
Untuk diketahui, debat keempat Pilpres 2024 yang akan menjadi panggung debat ketiga cawapres akan digelar di JCC, Senayan, pada Minggu 21 Januari 2024. Debat kali ini mengangkat tema energi, sumber daya alam, sumber daya manusia, pajak karbon, lingkungan hidup dan agraria, serta masyarakat adat. (*)
Editor: Rafika
