Sederet Film Indonesia Penuh Makna Ini Pernah Menangkan Penghargaan Internasional, Lho!
Penulis: Rafika
Sabtu, 12 Agustus 2023 | 2.085 views
Presisi.co - Perfilman Indoensia telah melahirkan sederet film yang berhasil meraih penghargaan di panggung internasional. Dari alur cerita yang apik, hingga sentuhan cinematography yang memukau, Indonesia memperlihatkan daya tarik budaya dan seni yang tak terbantahkan lewat film. Hal ini membuktikan kuliatas film-film Indonesia yang mampu bersaing di kancah global.
Berikut, kami ulas 5 dari sekian banyak film Indonesia yang mampu mencuri perhatian di ajang-ajang film internasional.
1. Autobiography (2022)
Film Autobiography bercerita tentang Rakib (Kevin Ardilova) seorang remaja yang melanjutkan peran ayahnya, Amir (Rukan Rosadi), sebagai pelayan untuk seorang pensiunan jendral sekaligus calon bupati bernama Purna (Arswendy Bening Swara).
Hubungan Rakib dan Purba sebagai majikan dan pelayan awalnya berjalan baik. Rakib menaruh banyak kagum pada Purna yang disegani warga kampung tempat mereka tinggal.
Namun, sebuah kejadian tak terduga yang melibatkan seorang pemuda desa bernama Agus (Yusuf Mahardika) membuat pandangan Rakib terhadap Purna tiba-tiba berubah.
Autobiography sejatinya bicara soal bagaimana sebuah kekuasaan bisa begitu mengerikan jika disalahgunakan.
Film ini mendapatkan piala Golden Hanoman Award pada gelaran Jogja-Netpac Asian Film Festival atau JAFF 2022 yang diselenggarakan di Yogyakarta.
Selain itu, Autobiography juga meraih penghargaan Silver Screen Award Best Film pada malam penghargaan Singapore International Film Festival atau SGIFF 2022. Sebelumnya, film panjang pertama sutradara Makbul Mubarak ini mendapatkan penghargaan Best Film dan Best Director di festival film QCinema Philippines 2022.
2. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2021)
Film ini mengisahkan Ajo Kawir (Marthino Lio) seorang pemuda yang hobi bertarung. Hasrat bertarungnya muncul untuk menyembunyikan kondisi dirinya yang impoten. Berbagai cara telah ia coba untuk menyembuhkan kelemahannya tersebut. Hingga akhirnya dia bertemu dengan Iteung (Ladya Cheryl) yang juga seorang petarung.
Pertemuan tersebut menumbuhkan benih-benih cinta bagi keduanya. Perjalanan cinta mereka diwarnai dengan romantisme seperti bertemu di pasar malam hingga mengirim salam dan lagu lewat radio sampai akhirnya mereka menikah dan hidup bersama.
Perjalanan mereka tidak selamanya manis, mereka harus menahan cibiran dari tetangga mengenai kondisi Ajo Kawir dan kisah cinta segitiga dengan Budi Baik (Reza Rahardian) hingga balas dendam yang harus Ajo Kawir selesaikan.
Melansir dari cnn, film ini membahas tentang toxic masculinity, khususnya culture of macho, budaya patriarki di Indonesia itu yang menjadi bagian dari cerita. Di film ini penonton akan diajak melihat betapa intensnya budaya tersebut dan bagaimana budaya tersebut bukan budaya yang baru ada sekarang, tapi sejak dulu pun sudah ada.
Film ini mendapat penghargaan International Golden Leopard di Locarno International Film Festival, serta diputar di Toronto International Film Festival 2021.
3. Yuni (2021)
Yuni (Arawinda Kirana) bercerita tentang seorang siswa SMA yang dianggap cerdas oleh guru-guru dan teman-temannya. Itulah sebabnya, salah satu guru Yuni, Ibu Lies (Marissa Anita) menyarankan agar Yuni melanjutkan ke bangku perkuliahan dengan beasiswa.
Yuni pun menyetujui saran itu. Namun, sebagai perempuan, dia mengalami banyak tantangan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi.
Salah satu hal yang menghambat Yuni adalah budaya patriarki yang masih melekat di desanya. Perempuan yang sudah lulus SMA biasanya dipaksa untuk segera menikah. Apalagi, Yuni telah menolak dua lamaran dari dua lelaki yang dikenalnya.
Hal itu menimbulkan rumor bahwa jika Yuni menolak lamaran yang ketiga, dia tidak akan pernah menikah. Tekanan dari masyarakat dan orang tuanya membuat Yuni bimbang, apakah dia akan berkuliah atau menikah dini.
Film ini sejatinya mengangkat budaya patriarki dan isu-isu perempuan yang masih mengakar kuat di masyarakat Indonesia. Sorotan utama dari film ini adalah membahas bagaimana perempuan seakan-akan hanya dibesarkan untuk menikah.
Film garapan sutradara Kamila Andini ini mendapatkan penghargaan Young Cineastes Award dari Festival Internasional Palm Springs 2022 dan mendapatkan Platform Prize di Toronto International Film Festival (TIFF) 2021.
4. Kucumbu Tubuh Indahku (2018)
Film yang dirilis pada 18 April 2019 ini menceritakan tentang perjalanan hidup seseorang bernama Juno (Muhammad Khan), dari ia kecil sampai dewasa. Latar film ini diambil pada sekitar tahun 1980-an dimana ada seorang anak kecil yang bernama Juno (Raditya Evandra) yang harus menjalani kehidupan dengan sebatang kara sebagai seorang penari lengger.
Film ini sempat menuai kontroversi karena mengangkat isu-isu yang dianggap terlalu sensitif di Indonesia. Isu yang diangkat oleh sutradara kawakan tanah air tersebut mencakup isu lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Melansir dari cnn, film ini mencerminkan sikap sebagian masyarakat Indonesia yang konon beragam, tetapi faktanya sulit menerima perbedaan. Hal ini kemudian menekan sebagian pihak lainnya hingga menghadapi berbagai kesulitan menjalani hidup.
Dalam film ini, kesulitan yang dialami Arjuno berkaitan dengan identitas ekspresi gender sejak kecil yang sudah membuat dia sulit untuk berkomunikasi. Ditambah dengan penghakiman dari lingkungan tanpa sifat rasa kemanusiaan atau empati, tak heran bila begitu banyak beban hidup yang Juno rasakan di usianya yang belum matang.
Penayangan perdananya di Venice Film Festival 2018 cukup mendapat perhatian dari luar negeri, hingga film ini mendapat 3 penghargaan dari Asia Pacific Screen Awards, Cinephile Society Awards, serta Guadalajara International Film Festival.
5. Sekala Niskala (2018)
Suatu hari di kamar rumah sakit, Tantri (Thaly Kasih) menyadari ia hanya memiliki sedikit sisa waktu untuk dihabiskan bersama saudara kembarnya, Tantra (Gus Sena). Otak Tantra melemah dan ia mulai kehilangan indranya satu per satu. Tantra menghabiskan waktu berbaring di kamar rumah sakit sementara Tantri harus menerima kenyataan bahwa ia harus menjalani kehidupan sendiri. Situasi ini menimbulkan sesuatu di pikiran Tantri.
Tantri kerap terbangun di tengah malam dari mimpi dan melihat Tantra. Malam hari menjadi tempat bermain mereka. Di bawah bulan purnama Tantri menari, menari mengenai rumahnya, tentang perasaannya. Seperti bulan yang redup dan digantikan oleh matahari, begitu pula Tantra dan Tatri – saudara kembar yang mengalami perjalanan magis dan relasi emosional melalui ekspresi tubuh; antara kenyataan dan imajinasi, kehilangan dan harapan.
Digarap oleh sutradara Kamila Andini, film ini mengangkat tradisi dan kepercayaan yang hidup dalam kebudayaan masyarakat Bali. Sekala Niskala mengisahkan bagaimana anak-anak mengolah imajinasi yang mereka miliki sebagai bentuk perlawanan atas rasa sakit dan kehilangan yang dihadapi.
Film ini meraih berbagai penghargaan seperti di Asia Pacific Screen Awards 2017, Tokyo FILMeX 2017, Berlin International Film Festival 2018, Fribourg International Film Festival 2018, QCinema International Film Festival 2018, dan Shanghai International Film Festival 2018.