5 Tahun Kerja Terima Pesangon Rp 3 Juta, Mantan Karyawan PT KBE Mengadu ke DPRD
Penulis: Cika
Selasa, 06 Oktober 2020 | 1.660 views
Kutai Timur, Presisi.co - Sembilan mantan karyawan dari PT Kaltim Benua Etam (KBE) menyesali keputusannya saat diminta mengajukan surat pengunduran diri dengan janji untuk mendapatkan kontrak kerja baru di PT Pelindo, 31 Juli 2020.
Dilansir dari Halokaltim.com, kesembilan orang yang sebelumnya sudah menjadi karyawan permanen di KBE tersebut diketahui telah mendatangi kembali kantor KBE di Jl Kabo Jaya, Desa Swarga Bara, Kecamatan Sangatta Utara, Kutai Timur (Kutim), Kaltim, Selasa (6/10/20). Hasilnya, pihak perusahaan hanya mau memberi tambahan pesangon Rp 1 juta untuk masing-masing orang yang kemudian mereka tolak, karena dianggap tidak sesuai.
Kepada wakil rakyat di Sekretariat DPRD Kutim, Sembilan mantan karyawan PT KBE yang masih memendam kecewa, dipertemukan dengan para anggota DPRD melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP), yang turut dihadiri oleh Yusuf T Silambi, anggota DPRD sekaligus pemilik PT KBE.
Para mantan karyawan dikawal oleh Federasi Persatuan Buruh Militan - Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (FPBM-KASBI). Rapat hearing tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi A, Basti Sanggalangi, dari Partai Amanat Nasional.
Adi, salah satu karyawan itu mengaku, sebanyak sembilan dari 10 karyawan diminta mengajukan surat resign karena kontrak PT KBE di PT Pamapersada akan habis masa pada 31 Juli 2020. Pihak manajemen KBE mengarahkan untuk membuat surat resign dengan alasan agar bisa bekerja di Pelindo. Sembilan dari 10 karyawan tersebut, akhirnya sepakat membuat surat resign.
"Kami diminta mengajukan surat pengunduran diri pada 24 dan 27 Juli 2020. Kami waktu itu tidak mengerti, karena hanya dijanjikan supaya bisa dapat kerja di Pelindo. Ternyata hanya dikontrak satu bulan saja, jadi kami sekarang tidak bekerja lagi," tambah Adi.
Lantas, sembilan karyawan tersebut diberi uang pesangon oleh KBE saat itu masing-masing Rp 3 juta. Sedangkan masa kerja mereka, rata-rata 5-6 tahun.
Ketua Umum FPBM-KASBI, Bernadus A Pong mengatakan, bahasa KBE terhadap sembilan karyawan tersebut adalah karyawan resign. Padahal itu diduga adalah upaya perusahaan untuk melakukan efisiensi karyawan tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga dapat mengurangi hak-hak karyawan.
"Kawan-kawan ini karena tak mengerti regulasi, dan mereka berpikir masih mau makan, ada tanggungan, makanya mereka menuruti untuk membuat surat resign agar bisa melanjutkan hidup dengan harapan dipekerjakan di PT Pelindo. Kami katakan ini secara regulasi ada kekeliruan, jadi perlu diluruskan, sehingga kami sudah lakukan upaya mediasi dari tingkat bipartit sampai tripartit," beber lelaki yang karib disapa Andre itu.
"Sampai ke tingkat tripartit, kekecewaan kami terhadap mediator, mereka mengeluarkan surat anjuran (agar membayar pesangon Rp 3 juta) itu berdasarkan surat pengunduran diri. Tapi anjuran itu tidak mutlak dan tidak sah, karena tidak ada kronologis yang kami sampaikan, bahwa mediator harusnya melihat berdasarkan kronologis sebelum mengeluarkan anjuran," tukasnya.
Andre menyatakan, pihaknya kecewa karena mediator, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kutim, memberikan anjuran yang berpihak pada perusahaan, tanpa menimbang berdasarkan kronologis.
"Ada pertanyaan di sini? Ada apa sebenarnya?" tukas dia.
"Pengunduran diri itu bukan atas kemauan sendiri. Karena pengunduran diri itu harusnya atas kemauan sendiri, bukan dipaksa," tegas dia.
Makanya, lanjut Andre, pihaknya mencoba mendatangi DPRD Kutim sebagai wakil rakyat untuk bisa mendapat bantuan mediasi melalui hearing. Dipertemukan dengan pihak perusahaan. Agar tidak perlu menempuh jalur hukum, bila menemui kesepakatan yang adil dan baik.
"Hasilnya, mereka tetap bersikeras menganggap itu adalah sebuah pengunduran diri," ucap dia.
Berdasarkan regulasi, lanjut Andre, pengunduran diri harusnya dilakukan dengan pengajuan surat sebulan sebelumnya, dengan atas kemauan karyawan. Kemudian pihak perusahaan akan menimbang dan merespons sebelum menerima pengunduran diri tersebut.
"Kalau perusahaan mengerti regulasi, harusnya setelah menerima surat pengunduran diri, pihak perusahaan membalas surat tersebut dengan hak kerja. Tapi ini kami tidak menerima surat apapun sampai detik ini," paparnya.
"Kami percaya Pak Yusuf Silambi punya hati sehingga permasalahan ini bisa selesai," tambah dia.
Yusuf Silambi, menanggapi hal tersebut dengan terbuka. Dia menyatakan, akan mempertimbangkan untuk memberi kebijakan yang lebih baik terhadap sembilan karyawan tersebut.
"Sebenarnya dari kronologis ini sesungguhnya tidak ada yang signifikan di situ. Cuma karena kesalahpahaman antara karyawan dengan manajemen, manajemen yang di bawah saya, project manajer, manajer finance," ungkap Yusuf, Kamis (1/10/20).
Sebenarnya, lanjut Yusuf, pihak manajemen sudah menyelesaikan dengan baik dan prosedural. Namun, menurutnya, para karyawan tersebut hendak mendengar penjelasan langsung dari dirinya.
"Sesungguhnya masalah ini sudah tidak ada masalah. Karena KBE itu sebenarnya baru kali ini juga. Mungkin mereka melihat karena saya di DPRD, mereka mau mencoba. Padahal kalau mungkin mereka langsung menghadap ke saya, masalah ini pasti selesai," terang dia.
Dia menerangkan, pengunduran diri itu dilakukan karena sejumlah karyawan tersebut tidak akan bisa bekerja di Pelindo jika masih terdata di KBE. Sebab, pekerjaan kontrak di lingkungan PT Kaltim Prima Coal (KPC) harus menggunakan id card sesuai tempat bekerja.
"Karena diinformasikan, kalau tidak mengundurkan diri, tidak bisa bekerja di Pelindo," ucap dia.
"Jika terjadi accident (kecelakaan kerja), yang bertanggung jawab adalah perusahaan yang mempekerjakannya," tambah dia.
Perihal Pelindo hanya mempekerjakan selama sebulan, Yusuf mengaku hal tersebut di luar tanggung jawab dirinya maupun KBE.
Namun perihal pemberian uang pesangon Rp 3 juta, adalah berdasarkan anjuran mediator, yakni Disnakertrans Kutim. Sebab, merujuk surat pengunduran diri para karyawan.
"Ini kan sudah prosedural, antara karyawan dan perusahaan. Antara karyawan dan perusahaan dalam masalah apapun kalau sudah sepakat dan mufakat, undang-undang itu lewat," tegasnya.
Yusuf mengaku, dirinya di PT KBE hanya selaku owner yang berkontribusi sebagai pengendali operasional. Hanya melakukan kontrol dan meeting.
"Karena saya tidak boleh merangkap, seluruh tanda tangan saya sudah tidak ada tanda tangan lagi. Baik invoice hingga faktur pajak," ucap dia.
Basti Sanggalangi mengatakan, pihak perusahaan telah meresposn apa yang diinginkan para karyawan melalui rapat hearing pada Kamis (1/10/20). DPRD berharap apa yang yang diinginkan para karyawan bisa dipenuhi oleh pihak perusahaan.
"Karena memang kalau merujuk pada undang-undang, ada sedikit kesalahan pada pihak perusahaan. Tapi dari hal itu, kita sudah sampaikan bahwa tidak perlu melihat dari situ, tapi bagaimana kita menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan agar karyawan bisa mendapatkan haknya," ucap Basti.
Basti membenarkan, bahwa proses pengunduran diri seharusnya dilakukan 30 hari sebelumnya dengan pengajuan pengunduran diri.
"Tapi mungkin di project ini, dalam perjalanannya perusahaan Pama selaku pemberi kerja melakukan tender, sehingga saat itu KBE kalah tender, Pelindo yang menang. Sehingga karyawan ini bisa bergabung dengan Pelindo jika mereka sudah putus dengan KBE," terangnya.
"Sehingga perusahaan membuat surat pengunduran diri dan ditandatangani oleh pihak karyawan. Hanya karyawan di sini tidak membaca dengan baik apa isinya, sehingga diberikan uang pisah," tambah Basti.