Solidaritas Wartawan Kaltim Ingatkan Bahaya Isu Sara di Media Sosial
Penulis: Akmal Fadhil
Kamis, 09 Oktober 2025 | 61 views
Konferensi pers yang digelar Solidaritas Wartawan Kaltim. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co - Disrupsi yang terjadi akhir-akhir memang sulit dikendalikan. Kualitas informasi yang beredar di media sosial, kian mengkhawatirkan. Tanpa filter yang bijak dari pengguna, pertikaian di ruang maya, bisa saja mengancam keberagaman akibat unggahan bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).
Hal ini disampikan Solidaritas Wartawan Kaltim (SWK) pasca ramainya unggahan di sejumlah akun media sosial sepekan terakhir yang menampilkan dua wakil rakyat berinisial AG dan AF bersama AA setelah ketiganya melapor ke Polda Kaltim terkait dugaan doxing yang dilakukan oleh B.
Puluhan jurnalis yang tergabung dalam aliansi ini meminta pejabat publik lebih berhati-hati dalam berucap di ruang digital dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
“Pejabat publik yang sedang berperkara kami harapkan dapat berbicara sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, tanpa mendahului proses hukum itu sendiri,” ujar Oktavianus, perwakilan SWK saat konferensi pers di Kafe Kopi Pian, Samarinda, Kamis (9/10/2025).
Menurut SWK, pernyataan dari dua anggota dewan justru melebar ke isu di luar substansi perkara yang sedang ditangani aparat penegak hukum, dalam hal ini Polda Kaltim.
Selain itu, SWK menilai adanya campur tangan pihak lain yang turut berkomentar dan memperkeruh situasi.
“Kita hormati proses hukum yang sedang berjalan. Jangan terburu-buru menghakimi atau membentuk opini publik sebelum ada keputusan resmi,” tambah Faisal, anggota SWK lainnya.
Aliansi wartawan ini juga mengingatkan para jurnalis dan pengguna media sosial untuk selalu berpegang pada kode etik jurnalistik, menjaga keseimbangan pemberitaan, dan menguji kebenaran informasi sebelum menyebarkannya.
“Kami tidak masuk dalam ranah hukum masing-masing pihak, namun ingin mengingatkan pentingnya tanggung jawab kita bersama sebagai pilar keempat demokrasi,” lanjut Oktavianus.
SWK menilai, konflik di media sosial yang berbau SARA melibatkan pejabat publik dapat mengancam kondusivitas daerah, terlebih jika disebarkan oleh akun dengan banyak pengikut.
“Hal-hal yang dapat memancing reaksi besar di masyarakat seharusnya bisa diantisipasi dengan kedewasaan,” ujar Anjas, anggota SWK.
Dalam pernyataannya, SWK juga menyerukan agar para wakil rakyat lebih fokus mencari solusi bagi efisiensi anggaran dan kepentingan masyarakat, daripada saling melempar opini di media sosial.
“Daripada ribut di media sosial, lebih baik gunakan platform itu untuk membantu masyarakat,” tegasnya.
Menutup konferensi pers, Oktavianus menegaskan kembali pentingnya etika, profesionalisme, dan tanggung jawab moral pejabat publik maupun jurnalis dalam menjaga stabilitas sosial dan kepercayaan publik.
“Jangan sampai kita lalai atas tanggung jawab kita sebagai pilar keempat demokrasi,” pungkasnya. (*)