Andi Harun Bakal Serahkan Hasil Uji Lab BBM Jenis Pertamax ke Pihak Berwajib
Penulis: Muhammad Riduan
Senin, 05 Mei 2025 | 568 views
Wali Kota Samarinda, Andi Harun (Tengah) dan Alwathan perwakilan Polnes (Kiri) saat sesi konferensi pers di Anjungan Karang Mumus, Balaikota Samarinda, Senin 5 Mei 2025. (Presisi.co/Muhammad Riduan)
Samarinda, Presisi.co – Wali Kota Samarinda, Andi Harun, mengungkap hasil uji laboratorium terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax yang beredar di Kota Samarinda. Pemerintah Kota (Pemkot) melakukan analisis independen menyusul banyaknya keluhan masyarakat dan viralnya kasus kerusakan kendaraan diduga akibat penggunaan Pertamax.
Penelitian dilakukan secara akademik dan independen oleh tim dari Politeknik Negeri Samarinda (Polnes), melibatkan empat laboratorium berotoritas. Pengujian mencakup sampel Pertamax dari Depo Pertamina, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), dan kendaraan konsumen yang terdampak.
Menurut Andi Harun, tiga sampel BBM yang diambil dari kendaraan berbeda menunjukkan angka RON (Research Octane Number) di bawah standar. RON dari sampel pertama tercatat 86,7, lalu sampel kedua 89,6. Dan sampel ketiga 91,6. Padahal, standar minimal RON untuk Pertamax adalah 92.
"Semua sampel telah tervalidasi. Ini menunjukkan kualitas BBM tidak sesuai standar yang seharusnya," ujar Andi Harun dalam konferensi pers di Anjungan Karang Mumus, Balai Kota Samarinda pada Senin, 5 Mei 2025.
Dari ketiga sampel, hanya sampel ketiga yang paling mendekati standar dan kemudian dianalisis lebih dalam. Hasilnya, terdapat empat parameter yang tidak sesuai dengan standar Pertamax.
“BBM tersebut mengandung timbal 66 ppm berdasarkan uji ICP-OES, kandungan air sebesar 742 ppm berdasarkan metode Karl Fischer, serta kandungan total aromatik 51,16 persen dan benzena 8,38 persen berdasarkan uji GC-MS,” ungkap Andi Harun.
Uji lanjutan pada sedimen menggunakan metode SEM-EDX dan FTIR menunjukkan adanya kontaminan logam seperti timah (Sn), rhenium (Re), dan timbal (Pb), yang berpotensi mempercepat oksidasi BBM menjadi hidrokarbon kompleks.
“Dari hasil FTIR, ditemukan pembentukan senyawa polimer seperti polietilen, polistiren, polipropilena, dan poliakrilonitril. Polimer ini menyebabkan terbentuknya gum yang menyumbat filter pada sistem injeksi bahan bakar,” jelasnya.
Andi Harun menegaskan, kerusakan kendaraan bukan disebabkan oleh tangki BBM, melainkan oleh kualitas bahan bakar itu sendiri.
“Hasil uji sedimen membuktikan bahwa tangki kendaraan tidak berbahan timbal. Rata-rata motor yang terdampak memiliki tangki dari bahan plastik komposit,” katanya.
Ia menambahkan, kerusakan BBM dapat terjadi karena berbagai faktor, antara lain penyimpanan yang terlalu lama, paparan sinar matahari, kontaminasi air atau logam, ventilasi penyimpanan yang buruk, hingga penambahan zat aditif yang tidak terukur.
“Semua ini berdasarkan analisis teknis dari laboratorium. Jika ada perbedaan pendapat, kami persilakan kepada pihak akademisi dari Polnes yang telah bekerja sama dengan institusi lab untuk menjelaskan,” lanjutnya.
Andi Harun menuturkan bahwa setelah laporan lengkap diterima, pihaknya akan menyerahkannya kepada aparat penegak hukum.
“Kami tidak akan menyimpulkan siapa yang bersalah karena bukan kewenangan Pemkot. Setelah laporan lengkap kami terima, hasilnya akan kami serahkan kepada Polresta Samarinda atau instansi penegak hukum sesuai peraturan,” pungkasnya. (*)