Profil Brian Yuliarto, Ilmuwan yang Dikabarkan Bakal Jadi Mendiktisaintek Pengganti Satryo Soemantri
Penulis: Rafika
Rabu, 19 Februari 2025 | 152 views
Kolase Brian Yuliarto dan Satryo Soemantri. (net)
Presisi.co - Presiden Prabowo Subianto dikabarkan bakal melakukan reshuffle kabinet pada Rabu (19/2/2025) sore ini. Sosok yang disebut-sebut terkena reshuffle adalah Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Adapun nama yang santer diisukan bakal menggantikan posisi Satryo dalam perombakan Kabinet Merah Putih adalah Prof Brian Yuliarto.
Untuk diketahui, Brian Yuliarto dikenal sebagai Guru Besar di Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia merupakan ilmuwan terkemuka Indonesia dengan kontribusi besar dalam bidang nanoteknologi.
Berikut ulasan profil Brian Yuliarto yang telah Presisi.co rangkum dari berbagai sumber.
Brian Yuliarto lahir di Jakarta pada 27 Juli 1975. Sejak masa sekolah, ia sudah memiliki sederet prestasi cemerlang.
Brian menyelesaikan pendidikan sarjana di Jurusan Teknik Fisika ITB pada tahun 1999, kemudian melanjutkan studi pascasarjana di University of Tokyo, Jepang, dengan fokus pada Quantum Engineering and System Science. Gelar magister dan doktor berhasil ia raih pada tahun 2005.
Setelah menyelesaikan studinya di Jepang, Brian kembali ke Indonesia dan bergabung dengan ITB pada tahun 2006. Dengan keahlian di bidang nanoteknologi dan kuantum, Brian aktif melakukan riset serta pengembangan di bidang nanomaterial.
Beberapa posisi penting yang pernah ia duduki meliputi:
- Dekan Fakultas Teknologi Industri ITB (2020-2024). - Visiting Professor di Tsukuba University (2021-sekarang). - Kepala Research Center on Nanoscience and Nanotechnology ITB (2019-2020). - Ketua Kelompok Keahlian AFM FTI ITB (2018-2020).
Penelitian Prof. Brian Yuliarto berpusat pada pengembangan sensor berbasis nanoteknologi yang dirancang untuk mendeteksi molekul dengan tingkat akurasi dan kecepatan tinggi.
Inovasi yang telah dikembangkannya antara lain pembuatan sensor untuk mendeteksi gas berbahaya dan polutan, teknologi diagnosis medis berbasis sensor untuk mendeteksi penyakit seperti demam berdarah, hepatitis, dan kanker, serta pengembangan teknologi nanoporous guna meningkatkan sensitivitas sensor dalam mendeteksi zat berbahaya. (*)