Gugatan Ditolak MK, Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka
Penulis: Redaksi Presisi
Kamis, 15 Juni 2023 | 21.507 views
Jakarta, Presisi.co - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka. Dengan demikian, sistem pemilu yang berlaku pada Pemilu 2024 mendatang, tetap dilaksanakan dengan proporsional terbuka.
Putusan tersebut disampaikan oleh Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis 15, Juni 2023.
“Menolak permohonan provisi para pemohon,” kata Anwar dikutip dari Suara.com - jaringan Presisi.co.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” tambah dia.
Sebelumnya, MK diketahui telah menerima permohonan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022 lalu.
Keenam orang yang menjadi Pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS.
Menambahkan, Hakim Konstitusi Suhartoyo menjabarkan beberapa kelebihan dan kekurangan sistem pemilu proporsional terbuka. Hal itu disampaikan dia dalam sidang pembacaan putusan perkara gugatan terhadap sistem proporsional terbuka.
Pada proporsional terbuka, Suhartoyo mengatakan kandidat calon anggota legislatif harus berusaha memperoleh suara sebanyak mungkin agar dapat memberoleh kursi.
“Hal ini mendorong persaingan yang sehat antara kandidat dan meningkatkan kualitas kampanye serta program kerja mereka,” kata Suhartoyo melalui Suara.com.
Kelebihan proporsional terbuka lainnya ialah kebebasan para pemilih untuk menentukan calon legislatif yang dipilihnya tanpa terikat nomor urut yang ditetapkan partai politik.
“Hal ini memberikan fleksibilitas pemilih untuk memilih calon yang mereka anggap paling kompeten atau sesuai dengan preferensi mereka,” ujar Suhartoyo.
Lanjut dikatakan dia, proporsional terbuka memungkinkan para pemilih berkesempatan untuk melibatkan diri pada tindakan dan keputusan anggota legislatif.
“Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam sistem politik termasuk meningkatkan partisipasi pemilih,” tambah dia.
Ia menyebut proporsional terbuka lebih demokrasi karena representasi politik didasarkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai politik atau calon sehingga memberikan kesempatan yang lebih adil bagi partai atau calon legislatif.
Di sisi lain, Suhartoyo menjelaskan kekurangan dari sistem pemilu proporsional terbuka seperti memberikan peluang terjadinya politik uang. Termasuk mereduksi peran partai politik dan membuka kemungkinan adanya jarak antara anggota calon legislatif dengan partai politik.
“Kelemahan lainnya adalah pendidikan politik oleh partai politik yang tidak optimal, di mana partai politik cenderung memiliki peran yang lebih rendah dalam memberikan pendidikan politik kepada pemilik,” urainya.
“Akibatnya, partai politik menjadi kurang fokus dalam memberikan informasi dan pemahaman yang mendalam tentang isu isu politik kepada pemilik,” tambahnya mengakhiri. (*)