Gerakan Masyarakat Kaltim Sebut COP-26 Tak Bisa Mengatasi Krisis Iklim Dunia
Penulis: Jeri Rahmadani
Minggu, 31 Oktober 2021 | 569 views
Samarinda, Presisi.co - Sekelompok gerakan masyarakat yang terhubung dengan organisasi aktivis lingkungan Extinction Rebellion (XR) Bunga Terung Kaltim, menggelar aksi kampanye penyelamatan bumi dari krisis iklim akibat pemanasan global.
Aksi tersebut berlangsung di beberapa ruas jalan di Kota Samarinda pada Sabtu, 30 Oktober 2021 pagi tadi. Beberapa titik disambangi oleh gerakan ini mulai dari Jembatan Mahakam IV, hingga halaman depan kegubernuran Kaltim.
Humas gerakan, Maulana Yudhistira menyatakan, aksi yang dilakukan pihaknya ini dalam hal merespon Konferensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikat Bangsa-Bangsa (PBB), atau yang juga disebut Conference of the Parties (COP) ke-26, dan bakal dilaksanakan pada 31 Oktober - 12 November 2021 mendatang.
Diketahui, COP ke-26 tersebut bakal terselenggara di kota terbesar Skotlandia, Glaslow Scotland, dihadiri oleh 196 negara dalam rangka penandatangan kesepakatan. Termasuk Indoensia.
Tujuan konferensi tersebut agar para pimpinan di masing-masing negara, berkomitmen menahan laju pemanasan global dengan mengurangi pengeluaran gas rumah kaca (GRK).
Meski acara tersebut digelar rutin setiap tahun. Namun Maulana Yudhistira bersama gerakannya itu menyebut bahwa emisi gas rumah kaca terus meningkat dan keadaan bumi malah kian memprihatinkan.
"Para politisi terus membawa konflik kepentingan antara para pemain industri ekstraktif di seluruh dunia. COP ke-26 tidak akan bisa menyelesaikan krisis iklim, dan hanya akan menjadi latihan 'greenwashing' terbesar yang pernah dilakukan oleh pemerintah dunia," ucapnya kepada Presisi.co.
Ia menilai, jika COP yang merupakan agenda tahunan itu sejatinya bisa mengatasi krisis Iklim dunia, mengapa dibutuhkan hingga 26 kali pertemuan.
"Kata kata besar dan janji palsu terus diutarakan, akan tetapi tanpa aksi nyata dan seakan tidak mengerti sains sambil terus membiarkan keadaan makin memburuk," ujar Maulana.
Ia melanjutkan, di Kaltim sendiri, saat ini terus menjadi wilayah pengerukan dan penghacuran hutan yang massif dari tahun ketahun. Menurutnya, penyebab utama krisis iklim adalah pembongkaran hutan dan pembakaran energi.
"Sekira 71% penyebab krisis Iklim hanya disebabkan oleh 100 Perusahaan dan sebagian di antaranya, ada di Kaltim," terang Maulana.
Akan hal tersebut, Maulana menyatakan saat ini yang dibutuhkan adalah memastikan adanya kedaulatan masyarakat dalam sistem pembuatan kebijakan dan penentuan pembangunan para negara, melalui adanya balai masyarakat yang berdaulat, acak, adil dan representatif, terbebas dari kekuasaan terpusat dan konflik kepentingan.
"Karena untuk mengeluarkan kita dari krisis iklim membutuhkan partisipasi aktif kita semua," pungkasnya. (*)