Kisah Rolan Menggapai Cita-Cita Jadi Pengusaha di Samarinda, Kerja sebagai Sales Demi Kumpulkan Modal
Penulis: Jeri Rahmadani
Sabtu, 31 Juli 2021 | 1.092 views
Samarinda, Presisi.co – Terjalnya jalan menjadi pengusaha dijalani Rolan Rong. Mulai dari tempat jualannya diganggu preman, hingga diusir secara halus oleh pemilik ruko sebagai alasan untuk menaikkan biaya sewa lapak.
Lelaki 25 tahun ini adalah pemuda asal Sulawesi Tengah yang merantau ke Samarinda. Ia bergelut dengan hidup di Ibu Kota Kaltim sejak SMP pada 2006 silam. Rolan dititipkan orangtuanya kepada tantenya, kala itu.
Rolan memang tertarik menghasilkan uang dengan cara berdagang. Ia pernah berjualan yakitori, sate khas Jepang. Bisnis tersebut dijalankannya bersama pamannya. Kala itu mereka berjualan di Jalan Lai, Samarinda Ulu pada 2017 awal.
Setengah tahun menjalankan bisnis yakitori, ia langsung dihantam masalah finansial pada pertengahan 2017. Modal hasil usahanya digunakan untuk biaya masuk SMA kedua adiknya. "Sebagian modal juga buat bayar rumah sewaan," ungkap Rolan kepada Presisi.co, Sabtu 12 Juli 2021.
Masalah ini membuat Rolan harus mengubur sejenak impiannya menjadi pengusaha. Untuk menambal lubang finansial itu, ia bekerja di perusahaan ritel Balikpapan. "Sempat juga menjadi sales makanan frozen seperti es krim, kentang, dan sejenisnya," bebernya.
Pekerjaan tersebut dijalani Rolan pada akhir 2017, semenjak ia menutup bisnis yakitori. Sambil mencari lowongan pekerjaan kala itu, Rolan sempat memasarkan dan membuat kue milik tantenya. "Awalnya harus kerja dulu buat dapatkan modal untuk jualan lagi," ujar Rolan.
Menjadi sales ditekuni Rolan selama 2,5 tahun lamanya. Walhasil, modal usaha pun mulai terkumpul. Ia kembali mengajak pamannya melanjutkan bisnis. Namun, sang paman sudah tidak berkeinginan lagi. Rombong bekas jualan yakitori diberikan pamannya kepada Rolan dengan cuma-cuma.
Sembari bekerja, Rolan membagi waktunya membuka usaha baru. Pilihan di benaknya kala itu adalah bisnis kopi. Ia bekerja sebagai sales dari pukul 08.00-17.00 Wita. Malamnya, Rolan perlahan menjalankan usaha. "Mulai menjalankan usaha kopi pada 2018 awal. Waktu itu kerja sama dengan teman," ujarnya.
Rolan berjualan kopi di Jalan Cermai, Samarinda Ulu. Saat itu, Rolan mengaku kesulitan mengelola keuangan. Beruntung, seorang teman dari komunitas musiknya dapat membantu. "Jadi saya menjalankan bisnis ini bersama seorang kawan. Kemudian ada lagi teman yang bergabung menjual makanan. Terus, ada lagi tambahan teman yang baru keluar dari lapas. Totalnya empat orang," urainya.
Namun, usaha bersama kawan ini hanya bertahan sampai 2019. Musababnya, dua teman ini telah mendapat pekerjaan tetap dan satu orang lainnya telah menikah.
Semenjak itu, bisnisnya dijalankan sendirian. Ada dua kali ia pindah lokasi. Dari tempat sebelumnya ke Jalan M Yamin, hingga akhirnya menetap lagi ke tempat awal Rolan di Jalan Lai, Samarinda Ulu.
Ia mengaku, baru bisa fokus menjalankan usaha kopinya ini pada 2020 awal. Beragam tantangan dialaminya. Mulai dari dipalak preman, hingga diusir oleh pemilik ruko saat bisnis Rolan mulai ramai. "Waktu itu disuruh pindah dengan cara halus. Tempat untuk berjualan saya ditumpuk dengan bahan bangunan," ungkapnya.
Meski demikian, pada akhirnya Rolan bisa berjualan lagi. Dengan catatan harga sewa tempat meningkat dari sebelumnya. "Preman yang datang minta jatah juga selalu saya lawan. Saya mempertahankan kenyamanan tempat. Karena kalau dikasih akan datang lagi. Harus dilawan dari awal biar tak mengganggu pengunjung," ujarnya.
Rolan menyebut, alasannya tetap bertahan karena peluang bisnis kuliner di Samarinda cukup besar. Selain itu, ia yakin bisnis ini mampu menjamin kehidupannya dalam waktu lama. "Saya senang dengan konsep street food. Target saya bukan terkenal. Tapi berusaha memunculkan kesan diingat dan kalau bisa jadi legenda dalam tanda kutip," tuturnya.
Saat asyik menjalankan usaha, ia pernah disuruh orangtuanya bekerja di Sulawesi Tengah. Tujuannya supaya lebih dekat dengan keluarga. Namun, Rolan menolak tawaran itu dan ingin membuktikan bahwa anak rantau bisa sukses.
Rolan menjelaskan, penghasilan kotor di hari biasa mencapai Rp 700 ribu per hari. Sedangkan penghasilan bersih mencapai Rp 450 ribu per hari. "Dalam sebulan bisa sampai Rp 15 juta. Tapi angkanya dinamis," terangnya.
Selama pandemi, penghasilan Rolan jadi berantakan. Sekotor-kotornya hanya mencapai Rp 300 ribu. Bersihnya Rp 200 ribu. "Paling susah saat PPKM secara mendadak dan berkelanjutan," lanjutnya.
Meski bisnisnya belum terlalu besar dan masih berjuang, namun Rolan berpesan anak muda yang tengah menjalankan bisnis agar tidak cepat menyerah sesulit apapun. Ia selalu menekankan ke rekan bisnisnya bahwa jika sewaktu-waktu diusir orang, anggap saja seperti badai yang pasti berlalu. "Kalau jatuh jangan menyerah. Bangun lagi. Saya dulu seperti itu. Alhamdulillah sampai sekarang masih bertahan," pungkasnya. (*)