Kota Layak Anak Balikpapan Masih Kategori Nindya, Ini Sebabnya
Penulis: Nur Rizna Feramerina
Kamis, 29 Juli 2021 | 675 views
Balikpapan, Presisi.co – Penghargaan kota layak anak kembali diraih Balikpapan dengan kategori nindya. Semua itu berkat segala kegiatan Pemkot Balikpapan beserta seluruh komponen yang terlibat. Lantas, apa saja yang dilakukan pemkot selama pandemi ini?
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Sri Wahyuningsih menyebut, terdapat 24 indikator yang harus dipenuhi oleh Pemkot Balikpapan. “Yang pertama sejauh mana Pemkot Balikpapan memenuhi akta kelahiran bagi anak-anak yang lahir di Balikpapan. Itu yang dimaksud klaster hak sipil dan kebebasan,” terangnya, Kamis 29 Juli 2021.
Sampai 2020, data yang disetorkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Balikpapan masih ada sekitar 7,13 persen anak di Balikpapan belum memiliki akta kelahiran.
Indikator selanjutnya mengenai informasi layak anak. Sejauh mana Pemkot Balikpapan beserta stakeholder menyajikan informasi layak anak. Salah satunya masalah iklan promosi rokok dan informasi yang berhubungan dengan internet. Wahyuningsih menyebut, hal itu bukan hanya peran Pemkot Balikpapan. “Karena enggak ada yang bisa membatasi anak itu untuk mengakses hal-hal yang tidak diinginkan, seperti pornografi atau aplikasi terlarang. Informasi layak ini harus dijamin bahwa anak-anak hanya bisa mengakses informasi yang layak. Tapi di data kami belum mencukupi,” ungkap Wahyuningsih.
Selanjutnya indikator partisipasi anak. Indikator ini ditandai sampai sejauh mana para pengurus Forum Anak Balikpapan dilibatkan dalam proses perencanaan. Mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan sampai tingkat kota. “Hadir dalam proses musrenbang setiap tingkatan. Kemudian sampai sejauh mana juga usulan yang mereka sampaikan itu diakomodasi sampai proses penetapan perencanaan pembangunan,” jelasnya.
Tak hanya itu, indikator angka perkawinan usia anak jadi Balikpapan juga menjadi sorotan. Diketahui, terdapat peningkatan angka perkawinan anak pada 2019 berjumlah 73 anak dan pada 2020 menjadi 178 anak. Hal ini, disebut Wahyuningsih menjadi tantangan tersendiri terlebih pada masa pandemi.
“Pandemi itu dimulai pada 2020, di mana semua aktivitas berbasis daring. Perlu kerja sama yang baik dengan para orangtua, siapa yang mengawasi anak-anak setelah pembelajaran daring selesai. Anak-anak itu mengakses hal-hal yang tidak baik. Bisa saja mereka mengakses situs dewasa atau kekerasan. Bisa saja dia berkenalan dengan orang yang tidak selayaknya. Sehingga terjadi pergaulan bebas yang tidak didasari dengan penguatan iman dan takwa di kalangan keluarga. Akhirnya pernikahan di usia anak meningkat,” jelasnya.
Indikator lainnya berada di indikator klaster ketiga. Yakni, klaster kesehatan dan kesejahteraan dasar. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemkot di masa pandemi. Seperti angka fisik guru juga angka stunting yang ditanyakan sebagai bahan evaluasi untuk kota layak anak. Di Balikpapan, ada kecenderungan peningkatan dari data yang disetorkan oleh Dinas Kesehatan Balikpapan. Namun, itu semua juga dipertimbangkan oleh pemerintah pusat dengan melihat upaya apa saja yang telah dilakukan.
Untuk klaster pendidikan, pemerintah pusat memang tidak mau ada satu anak pun yang putus sekolah di usia sekolah. Ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkot Balikpapan. Namun menurut Wahyuningsih, hal ini akan diatasi dengan adanya program sekolah gratis dari wali kota Balikpapan.
Yang terakhir adalah klaster perlindungan khusus tentang korban kekerasan, eksploitasi, korban pornografi, kemudian anak berhadapan hukum, juga stigmatisasi. ”Semua selalu ditanyakan apa yang sudah dilakukan. Salah satunya kita ada penyediaan unit UPTD PPA,” tuturnya.
Untuk diketahui, terdapat tiga tingkatan kategori menuju kota layak anak, yaitu pratama, nindya dan utama. Jika tingkatan itu sudah dilalui, maka suatu kota sudah bisa disebut kota layak anak. Sementara di Indonesia, yang termasuk ke kategori utama adalah Denpasar, Surakarta dan Yogyakarta. “Tapi Balikpapan sudah memenuhi beberapa poin sehingga kita berada di tingkatan Nindya. Secara teknis, tingkatan KLA membutuhkan 1.000 poin. Sementara tingkatan Nindya membutuhkan sekitar 800 poin ke atas, sementara Utama mesti memenuhi lebih dari 900 poin,” pungkasnya. (*)