Setahun Covid-19 di Balikpapan, Penyintas Pertama yang Rumahnya Pernah Direkam Diam-Diam
Penulis: Nur Rizna Feramerina
Sabtu, 20 Maret 2021 | 929 views
Bukan keinginannya terjangkit Covid-19 hingga ke Kota Beriman. Beban Wahib tak hanya melepas virus jahanam yang menggerogoti tubuhnya. Tapi juga melawan aib yang disandingkan masyarakat kepadanya.
Balikpapan, Presisi.co - Tak biasanya tubuh Wahib Herlambang merasakan nyeri hebat di persendian. Nafsu makan dan indera penciumannya mendadak menghilang. Demam serta lidah terasa pahit serentak menyerang tubuhnya bertubi-tubi.
Itu terjadi setelah Wahib baru saja pulang dari sebuah seminar yang diadakan di Bogor, Minggu 1 Maret 2020. Empat hari lamanya dia tidak bisa melakukan apa-apa. Mengandalkan obat-obatan, Wahib berharap kondisinya cepat pulih seperti sedia kala.
Beberapa kawan Wahib yang turut ikut seminar tersebut merasakan hal serupa. Puncaknya, ketika salah satu peserta seminar dinyatakan positif Covid-19 dan meninggal dunia di Solo, Jawa Tengah.
“Dari situ kami langsung di-tracing Dinas Kesehatan. Disuruh periksa ke Rumah Sakit Kanudjoso Djatiwibowo,” kata Wahib.
Empat orang asal Balikpapan dinyatakan positif Covid-19 pada 19 Maret 2020. Mereka digolongkan dalam klaster seminar Bogor. Wahib menjalani perawatan di RSKD selama 22 hari. Di sana, kondisi Wahib terus membaik. Ia tidak perlu menggunakan alat bantu napas.
“Empat hari awal badan saya sangat tidak nyaman,” ungkapnya.
Istri dan anak Wahib pun tak terlewat untuk diperiksa. Hasilnya menunjukkan keluarga Wahib negatif Covid-19. Padahal istri Wahib merasa sakit. Bahkan lebih parah.
Tak hanya itu, usaha kuliner milik Wahib sempat mengalami penurunan penjualan, sesaat setelah masyarakat tahu bahwa Wahib pemilik bisnis tersebut.
Lebih parahnya, banyak oknum warga yang berkunjung ke rumahnya dan merekam tempat tinggal Wahib tanpa sepengetahuannya.
“Sempat direkam dan disebar di medsos. Saya kesal. Sebab melanggar privasi saya,” terangnya.
Meski mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan, Wahib bersyukur tetangga di sekitar rumahnya masih memberikan semangat dan membantu menyuplai sembako untuk makan sehari-hari.
Setelah sembuh, Wahib menceritakan dirinya sempat memakamkan beberapa orang yang meninggal dunia karena Covid-19. Hal itu ia lakukan sebab keluarga dari pasien yang meninggal tidak berani mendekat.
“Saya pakai APD kemudian menguburkan. Ini inisiatif saya karena saya sudah pernah positif. Saya bayangkan jika saya di posisi itu (meninggal). Sedih karena sepi tak ada yang datang,” jelas Wahib.
Saat ini Wahib sudah sehat. Keluarganya tidak lagi dijauhi masyarakat. Usaha kulinernya kembali bangkit. Itu semua karena masyarakat telah teredukasi tentang Covid-19.
Di akhir cerita Wahib berharap, pandemi bisa cepat berlalu dengan vaksin yang dijalankan maksimal. (*)