search

opini

Hari ReformasiPancasila

22 Tahun Reformasi, Pancasila Semakin Hilang

Penulis: Redaksi Presisi
Kamis, 21 Mei 2020 | 2.173 views
22 Tahun Reformasi, Pancasila Semakin Hilang
Muhammad Kholid Syaifullah - Kepala Bidang PTKP HMI FKIP Unmul/Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan FKIP Unmul 2018

Penulis : Muhammad Kholid Syaifullah - Kepala Bidang PTKP HMI FKIP Unmul/Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan FKIP Unmul 2018

Hari ini tepat 22 tahun yang lalu sebuah sejarah besar bagi bangsa ini terlahir. Kemampuan anak muda khususnya mahasiswa sebagai garda terdepan dalam perubahan dan kemajuan bangsa dibuktikan dengan kala itu mampu melengserkan rezim orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun lamanya.

Semenjak itu Indonesia memasuki era baru reformasi namanya. Namun ternyata semenjak reformasi digulirkan terdapat beberapa keprihatinan yang dirasakan tentang makna Pancasila bagi bangsa dan Negara Indonesia. Salah satunya Pancasila sebagai ideologi bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi terpinggirkan.

Terpinggirkannya pancasila menurut penulis disebabkan oleh 3 hal yaitu :

1. Kurang memahami hakikat dan makna Pancasila

Kita harus menyadari bahwa saat ini mulai dari dari siswa, pemuda, bahkan guru sampai kepada pemimpin Negara ternyata tidak mampu memahami hakikat dan makna Pancasila serta bagaimana bentuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

Termuatnya dalam Pembukaan UUD 1945 pancasila dimaksudkan sebagai dasar negara Republik Indonesia, yaitu sebagai landasan dalam mengatur jalannya pemerintahan di Indonesia. Karena landasan ini merupakan landasan yang terpenting/tertinggi di Indonesia, maka Pancasila sebagai Philosofische Grondslag (dasar filsafat) sekaligus juga merupakan sumber segala hukum (staasfundamentalnorm) yang mengatur kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.

Oleh karena itu bagi para pejabat pemerintah, Pancasila harus dijadikan pegangan pokok dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari dan merupakan sumber pokok dalam mengatur kehidupan masyarakat pada umumnya

2. Ketidakmauan mendalami Pancasila

Kurangnya kemampuan dan kemauan masyarakat menjadikan Pancasila sebagai landasan, orientasi, dan rambu-rambu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam seluruh aspeknya yang mencakup berbagai strata dimensinya meliputi segenap praktik kehidupan nyata.

Pada akhirnya membawa bangsa ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan, ditengah perpecahan dan pertikaian antar sesama bangsa Indonesia yang terus terjadi kita justru tidak mau mempelajari, mengkaji serta mendalami Pancasila

Justru dewasa ini banyak kalangan yang sebenarnya tidak memahami filsafat hidup serta pandangan hidup Pancasila namun bersikap seakaan – akan memahaminya. bahkan hal ini terjadi pada tokoh serta kalangan elit politik kita dan juga ternyata terjadi pada mahasiswa yang merupakan calon pemimpin bangsa kedepannya.

Saat ini jarang sekali mahasiswa mau mendalami dan mampu menjabarkan secara komprehensif tentang filsafat dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia ini. Alih-alih mendalami pancasila justru banyak kalangan mahasiwa yang menafsirkan Pancasila berdasarkan pemahaman mereka sendiri, padahal pancasila tidak semudah dan sesimpel seperti yang mereka sampaikan. Perlu satu forum kajian khsus dan waktu yang tidak sebentar untuk mendalami, mengkaji, serta mengembangkan Pancasila

Tidak sampai disitu saja, ternyata ketidakmauan untuk mendalami, mengkaji dan mengembangkan Pancasila juga terjadi pada mahasiswa keguruan yang merupakan calon pendidik, bahkan terjadi dilingkungan mahasiswa Pendidikan Pancasila itu sendiri. Padahal mereka ini adalah calon guru yang akan mengajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di sekolahan mereka bekerja. Bias kita bayangkan bagaimana kualitas muridnya nanti memahami Pancasila apabila calon tenaga pendidiknya saja tidak mau mendalami, mengkaji, dan mengembangkan Pancasila sejak sekarang

3. Pemimpin bangsa yang menjadikan Pancasila sebagai alat kepentingan

Tidak dapat kita dipungkiri bahwa 32 tahun lamanya orde baru berkuasa membawa kepada sikap yang otoriter. Benar apa kata lord acton sebagaimana perkataannya yang fenomenal yaitu “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”, bahwa kekuasaan sekecil apapun cenderung akan disalahgunakan dan kekuasaan tidak terbatas sudah pasti disalahgunakan.

Bahkan penyalahgunaan kekuasaan itupun sampai kepada filsafat dasar bangsa Indonesia, dimana pancasila mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan. Berlindung di balik legitimasi ideologi Negara yaitu pancasila, dimana saat itu pancasila tidak digunakan dan diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan Negara Indonesia melainkan telah mengalami reduksi dan juga telah dibatasi serta dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.

Pada zaman orde baru saat itu kita mengenal Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau yang biasa di sebut BP-7 yang di bentuk pada bulan maret 1979, dan satu tahun sebelumnya presiden Soeharto lebih dulu memperkenalkan program Penerapan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang kerap disebut P-4 hingga pada tahun 1985 terbitlah UU No 8 tahun 1985 tentang kewajiban Organisasi-organisasi kemasyarakatan menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas (asas tunggal) beberapa hal inilah yang dianggap sebagai bentuk manipulasi Pancasila untuk mengkokohkan kekuasaan orde baru pada saat itu

Berdasarkan kenyataan tersebut sejatinya gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui ketetapan sidang Istimewa MPR tahun 1998 No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus pencabutan Pancasila sebagai asas satu – satunya bagi organisasi kemasyarakatan di Indonesia. Generasi saat ini khususnya mahasiswa perlu memahami bahwa gerakan reformasi ingin menghilangkan monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa.

Dampak dari manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa lampau kini menyebabkan banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik orde baru, sehingga mengkaji dan mengembangkan Pancasila dianggap akan mengembalikan kita pada masa orde baru.

Pandangan seperti itu tentunya akan berakibat fatal bagi bangsa Indonesia yaitu melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap ideologi negaranya sendiri. Apabila ini terus terjadi maka akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibangun, dibina, dan dipelihara bangsa sejak dahulu.

Bukti yang sudah dapat kita lihat dari dampak ini adalah bahwa bergulirnya reformasi selama 22 tahun ini nyatanya belum memiliki hasil yang maksimal. Kesejahteraan belum kita dapatkan, korupsi masih merajalela, perpecahan ditengah masyarakat dapat dengan mudah kita saksikan hanya karena perbedaan politik. Bahkan mirisnya intoleransi dan diskriminasi terhadap agama tertentu masih terjadi.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas maka sudah menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara untuk terus mengembangkan dan mengkaji Pancasila yang merupakan sebuah karya besar bangsa Indonesia.

Bisa kita katakan bahwa Pancasila juga setara dengan ideologi – ideologi besar dunia saat ini seperti Liberalisme, Sosialisme, dan Komunisme tentunya dengan terus mengkaji dan mempelajari Pancasila terutama dalam kaitannya dengan tugas besar bangsa Indonesia untuk mengembalikan tatanan negara yang sudah tidak lagi merepresentasikan filosofi bangsa pada saat ini.

Saat ini kehidupan kenegaraan Indonesia, sistem politik, kedaulatan rakyat, sistem demokrasi, kekuasaan negara, realisasi bentuk negara, serta partai politik nampak sekali tidak konsisten dengan dasar filosofi negara Pancasila. Kedaulatan negara yang seharusnya diletakkan pada rakyat dalam kenyataanya terletak pada kekuasaan elit politik, penguasa, partai politik, serta kalangan kapitalis.

Misalnya saja dalam pengesahaan UU Minerba oleh DPR RI baru-baru ini ditengah kondisi negara yang rakyatnya sedang berjuang melawan pandemic Covid-19, kalangan elit politik khususnya DPR justru mengesahkan UU yang banyak mendapatkan penolakan oleh berbagai lapisan masyarakat.

Melihat pelbagai permasalahan ini nampak Pancasila semakin tenggelam dan ditinggalkan di era reformasi saat ini padahal ditengah dahsyatnya arus globalisasi dan masuknya era post truth yang membuat bangsa dihadapkan terhadap berita hoax, isu sara, politik identitas dan beberapa permasalahan lainnya kita tentunya memerlukan pijakan yang jelas dan rambu-rambu yang jelas untuk menghadapi itu semua.

Terakhir mengapa kita perlu dan wajib untuk mendalami, mengkaji, mengembangkan dan menjadikan Pancasila sebagai filsafat dasar, dan pandangan hidup bangsa Indonesia ?, karena secara historis bahwa nilai – nilai yang terkandung dalam setiap sila, sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia ternyata sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri.

Sehingga asal – asal nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Karena dalam memilih dasar dan pedoman kehidupan kita harus menggali sedalam-dalamnya di dalam jiwa masyarakat Indonesia itu sendiri, kalau kita memasukkan elemen – elemen yang tidak ada di dalam jiwa Indonesia, tidak mungkin dijadikan dasar untuk duduk di atasnya, berikutlah sedikit pernyataan dari Soekarno ketika ia ingin menentukan di atas apakah bangsa Indonesia ini akan berdiri menjadi sebuah negara yang merdeka.