PHKE dan FEB UNMUL Tekankan Hilirisasi Batubara–Sawit Sebagai Kunci Ekonomi Kaltim dan Ketahanan Energi Nasional
Penulis: Redaksi Presisi
3 jam yang lalu | 0 views
Seminar Nasional bertajuk “Hilirisasi Sektor Sawit dan Batubara di Kalimantan Timur Dalam Ketahanan Energi dan Keberlanjutan Perekonomian Serta Pendapatan Daerah". (Dok. PHKE dan FEB Unmul)
Samarinda, Presisi.co – Percepatan hilirisasi sektor sumber daya alam, khususnya sawit dan batubara, menjadi kunci utama bagi Kalimantan Timur (Kaltim) dalam mencapai keberlanjutan ekonomi daerah sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional. Hal ini mengemuka dalam Seminar Nasional bertajuk “Hilirisasi Sektor Sawit dan Batubara di Kalimantan Timur Dalam Ketahanan Energi dan Keberlanjutan Perekonomian Serta Pendapatan Daerah” yang digelar oleh Program Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional (PHKE) bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman (FEB UNMUL) di Ruang Teater Gedung Dekanat FEB UNMUL, Selasa (29/10).
Dorong Indonesia Emas 2045 Melalui Hilirisasi
Dalam sambutannya, Wakil Koordinator Sekretariat Satgas PHKEN Bidang Pengembangan Model Bisnis dan Promosi Investasi, Imaduddin Abdullah, menegaskan bahwa Indonesia harus keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, yang menuntut pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen per tahun.
“Hilirisasi industri berbasis sumber daya alam adalah fondasi utama yang akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah telah membentuk Satgas Percepatan Hilirisasi untuk mengatasi hambatan pada 18 proyek hilirisasi yang sedang berjalan, sebagian besar berada di luar Jawa,” ujarnya.
Ia menambahkan, sawit dan batubara termasuk dalam 28 komoditas strategis yang diprioritaskan untuk diolah lebih lanjut guna menciptakan nilai tambah tinggi dan memperkuat struktur ekonomi daerah. Senada, Wakil Dekan II FEB UNMUL, Dwi Risma, menyoroti pentingnya dampak hilirisasi terhadap kesejahteraan daerah.
“Produk hilir yang mendunia akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim serta mengurangi ketergantungan fiskal terhadap pusat,” jelasnya.
Ia menekankan perlunya sinergi antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat dalam mengembangkan green industry yang berkelanjutan.
Tantangan Regulasi dan Transisi Energi Berkeadilan
Dalam sesi diskusi panel yang dipandu Muliati, hadir sejumlah narasumber yang memberikan perspektif beragam.
Fadhil Hasan, Tenaga Ahli PHKE, menegaskan bahwa hilirisasi harus menciptakan nilai tambah sekaligus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Ia menyoroti dua tantangan utama: kepastian regulasi dan pendanaan.“Untuk membiayai proyek hilirisasi jangka panjang, pemerintah telah membentuk Danatara.
Namun, biaya konversi batubara menjadi produk hilir seperti etanol atau DME masih tinggi. Diperlukan transisi bertahap, salah satunya melalui skema di mana pajak energi fosil dapat disalurkan untuk mendukung pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT),” jelasnya.
Sementara itu, Ade Cahyat menegaskan bahwa ekonomi Kaltim saat ini masih sangat bergantung pada sumber daya tak terbarukan. “Tren permintaan batubara global terus menurun. Karena itu, Kaltim harus mempercepat transformasi ekonomi, tidak hanya fokus pada hilirisasi tetapi juga transisi energi berkeadilan,” katanya. Ia bahkan mengusulkan pemanfaatan lahan bekas tambang untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpadu dengan pertanian, sebagai model agri-PV yang berdaya saing.
Potensi Besar dan Harapan Dukungan Pusat
Dari sisi teknis, Agus Winarno, Dosen Fakultas Teknik UNMUL, menilai potensi gasifikasi batubara di Kaltim sangat besar karena ketersediaan batubara berkualitas rendah hingga sedang yang ideal untuk proses tersebut.Namun, ia menyoroti hambatan regulasi yang sering berubah dan membuat investor enggan menanamkan modalnya.
“Kelemahan utama adalah inkonsistensi kebijakan yang menyebabkan investor mundur,” ujarnya.
Sementara itu, dari kalangan pengusaha, Zulfa dari HIPMI Kaltim berharap agar pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dapat menjadi demand creator besar bagi hilirisasi daerah.
“Hilirisasi sawit menjadi oleokimia dan bioenergi seperti DME adalah peluang emas. Tapi pengusaha lokal masih menghadapi risiko besar seperti keterbatasan infrastruktur dan regulasi yang belum mendukung. Kami berharap pemerintah memberikan insentif yang kuat agar hilirisasi benar-benar tumbuh di Kaltim,” tutupnya.
Seminar ini menyimpulkan bahwa keberhasilan hilirisasi dan transisi energi di Kaltim akan sangat ditentukan oleh harmonisasi regulasi pusat-daerah, komitmen pembiayaan jangka panjang, serta perhitungan manfaat sosial dan finansial yang berimbang. (*)