KPK Bongkar Dugaan Permainan Gelap Kuota Haji yang Bikin Jemaah Haji Reguler Antre Puluhan Tahun
Penulis: Rafika
Rabu, 24 September 2025 | 482 views
Ilustrasi suasana ibadah haji di Mekah. (Pexels.com/Muhammad Khawar Nazir)
Presisi.co - Tabir praktik curang di balik keberangkatan sejumlah jemaah haji tanpa antre panjang mulai terkuak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara terang-terangan mengungkap adanya jual beli kuota haji khusus yang diduga menjadi biang kerok kekacauan sistem keberangkatan.
KPK mendalami bagaimana biro perjalanan haji yang tak berizin resmi bisa tetap memberangkatkan jemaah. Jawabannya, ternyata, mereka membeli kuota dari biro lain yang memiliki lisensi.
"Ada biro perjalanan haji ini mendapatkan kuota haji khusus dari biro perjalanan yang lain karena beberapa belum punya izin untuk menyelenggarakan ibadah haji khusus. Ada juga yang seperti itu," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu 24 September 2025, sebagaimana diberitakan Suara.com --jaringan Presisi.co.
Pernyataan itu menegaskan adanya pasar gelap kuota di antara Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Skema inilah yang melahirkan fenomena jemaah “siluman” yang bisa langsung berangkat haji tanpa antre puluhan tahun.
Praktik inilah yang kini menjadi salah satu fokus utama KPK dalam penyidikan kasus dugaan korupsi di Kementerian Agama untuk periode 2023–2024.
"Nah itu juga kami dalami kaitannya seperti apa, sehingga kemudian membuat para calon-calon jemaah yang baru ini tanpa perlu mengantre atau T0, bisa langsung berangkat haji," kata Budi
Penyidikan kasus dugaan korupsi haji ini kian serius sejak diumumkan pada 9 Agustus 2025. Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sudah dimintai keterangan, bahkan dicegah bepergian ke luar negeri bersama dua orang lainnya.
Berdasarkan komunikasi awal dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), potensi kerugian negara ditaksir lebih dari Rp1 triliun.
Temuan KPK tersebut juga menguatkan temuan Pansus Angket Haji DPR RI. Pansus menyoroti janggalnya pembagian tambahan kuota 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 menegaskan jatah haji khusus hanya 8 persen, sementara 92 persen lainnya adalah hak jemaah reguler. Pembagian yang tidak proporsional inilah yang diduga membuka celah besar bagi praktik permainan kuota. (*)