Tonggak Baru Pendidikan Indonesia, Saatnya Mutiara 3T Bersinar
Penulis: Opini
11 jam yang lalu | 163 views
Ahmad Budidarma, Praktisi Pendidikan Masyarakat Peduli Perbatasan Indonesia. (Dok)
Presisi.co - Dalam sejarah panjang Republik ini, pendidikan selalu menjadi kata yang indah di atas kertas, namun kerap tertatih dalam kenyataan. Namun hari ini, harapan itu seperti kembali menemukan jalannya.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, bangsa Indonesia menapaki tonggak baru yang monumental; pendidikan ditempatkan sebagai prioritas utama pembangunan nasional. Untuk pertama kalinya, anggaran pendidikan 2025 menembus angka Rp722,6 triliun, jumlah tertinggi dalam sejarah Indonesia, dan sesuai amanat konstitusi 20% dari APBN.
Ini bukan sekadar angka. Ini adalah komitmen nyata. Komitmen terhadap guru, terhadap anak-anak negeri ini, dan terhadap masa depan Indonesia. Presiden Prabowo telah menegaskan dengan lantang bahwa mutu guru dan kesejahteraan guru adalah pilar utama dalam membangun pendidikan yang berkeadilan. Sebab, guru bukan hanya pengajar karena mereka adalah pembentuk karakter bangsa. Ketika guru sejahtera, ketika mereka merasa dihargai, maka pendidikan pun akan hidup. Bukan hidup karena kurikulum, tapi karena hati.
Namun, komitmen ini tidak boleh berhenti di kota-kota besar. No one left behind. Kalimat itu bukan slogan, tapi panggilan moral. Pendidikan bermutu bukan hanya untuk Jakarta atau Surabaya. Melainkan juga untuk anak-anak di Anambas, di Aru, di Nunukan, di Yahukimo, di Pegunungan Bintang, di tempat lainnya di ujung negeri kesatuan Republik Indonesia ini. Anak-anak yang wajahnya tak pernah tampil di iklan layanan masyarakat, tapi memegang hak yang sama untuk diajar oleh guru terbaik bangsa ini.
Saya menyebutnya sebagai 'tonggak menemukan mutiara'. Ya, daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) bukan wilayah sisa, mereka adalah ladang mutiara bangsa. Tapi untuk menemukannya, kita butuh pendidik yang mumpuni dan bermutu, yang hadir bukan sebagai pengabdi semusim, tapi sebagai bagian dari komunitas, sebagai penggerak kehidupan.
Lalu, bagaimana kita menjawab tantangan pemenuhan guru di wilayah 3T? Berikut beberapa gagasan inovatif yang saya tawarkan; 1. Pendidik berjiwa patriotik berbasis kolaborasi nasional Kolaborasi antara lembaga untuk menghadirkan guru sebagai duta negara di wilayah terjauh, lengkap dengan insentif, pelatihan kontekstual, dan akses teknologi. 2. Akademi Guru Nusantara Membuka jalur khusus beasiswa bagi anak-anak daerah 3T untuk dilatih menjadi guru profesional dan kembali ke kampung halamannya sebagai agen perubahan. 3. Kampus Kehidupan Pendidikan hidup yang membentuk jiwa. Pendidikan bukan hanya soal nilai, melainkan pembentukan karakter. Kita butuh pendidikan yang hidup, universitas kehidupan, yang menanamkan nilai iman, takwa, kemanusiaan, dan keadaban, bukan hanya pada murid tapi juga pada pendidiknya. 4. Platform digital terpadu 3T Pemanfaatan satelit dan teknologi offline-online hybrid untuk menghadirkan pelatihan, kurikulum lokal adaptif, dan mentoring dari jarak jauh secara berkelanjutan. 5. Program Tinggal dan Tumbuh Wujudkan pemenuhan kebutuhan guru periodik penempatan bergantian namun berkelanjutan, membuat mereka ingat kampung halaman, dan mudah memastikan kapan pulang dan kapan bekerja, bertukar ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Presiden Prabowo telah membuka gerbang besar bagi perubahan pendidikan. Kini saatnya kita berjalan bersama; para guru, pemuda, akademisi, dan tokoh masyarakat, untuk memastikan bahwa semua anak Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Rote, mendapatkan hak yang sama untuk belajar dan bermimpi.
Karena sejatinya, pendidikan bukan hanya soal masa depan. Ia adalah jantung hidup kita hari ini. Akhirnya, dengan segenap jiwa raga menyampaikan bagi semua selamat Hari Pendidikan Nasional.
Penulis: Ahmad Budidarma Praktisi Pendidikan Masyarakat Peduli Perbatasan Indonesia