Siapa Pemilik Taman Safari Indonesia? Kini Ramai Disorot Gegara Dugaan Siksaan dan Eksploitasi Pemain OCI
Penulis: Rafika
1 hari yang lalu | 242 views
Taman Safari. (net)
Presisi.co - Dugaan praktik kekerasan dan eksploitasi terhadap mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) mengemuka ke publik. Sejumlah eks pemain sirkus yang pernah tampil di Taman Safari Indonesia buka suara soal pengalaman traumatis yang mereka alami selama terlibat dalam pertunjukan.
Salah satunya, Fifi, mengaku pernah dimasukkan ke dalam kandang macan.
Sementara Butet mengungkap bahwa ia pernah dipaksa menelan kotoran gajah dan bahkan harus berpisah dengan anaknya secara paksa. Kisah-kisah menyedihkan ini pun menuai kecaman publik dan menyeret nama Taman Safari Indonesia ke dalam pusaran konflik.
Banyak yang kemudian mempertanyakan: siapa pemilik di balik Taman Safari Indonesia yang selama ini dikenal sebagai taman konservasi keluarga?
Berdasarkan informasi dari situs resminya, taman satwa ini didirikan oleh tiga bersaudara, yakni Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampauw. Ketiganya merupakan generasi penerus dari keluarga sirkus dan dulunya tergabung dalam OCI.
Melansir dari laman resminya, Taman Safari Indonesia didirikan oleh tiga bersaudara generasi keluarga sirkus dan sebelumnya tergabung dalam Oriental Circus Indonesia. Mereka adalah Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampauw yang mempelopori pembangunan modern zoo.
Ketiganya merupakan anak dari Hadi Manansang, sosok sentral yang merintis dunia sirkus modern di Indonesia sejak era 1960-an.
Sekitar tahun 1963–1964, Hadi memulai kiprahnya di dunia hiburan dengan membentuk grup sirkus bernama Bintang Akrobat dan Gadis Plastik. Tiga tahun berselang, lahirlah pertunjukan baru bertajuk Oriental Show, yang kemudian berganti nama menjadi Oriental Circus Indonesia (OCI) pada tahun 1972.
Kecintaan Hadi terhadap hewan serta kepeduliannya pada lingkungan disebut menjadi latar belakang pengembangan taman satwa oleh dirinya bersama tiga anaknya. Taman ini awalnya dibentuk untuk menampung hewan-hewan yang mulai dilibatkan dalam pertunjukan sirkus mereka.
Pada era 1970-an, kelompok sirkus Hadi sempat menghadapi krisis yang menyulitkan pengelolaan satwa. Pendirian taman satwa tersebut diharapkan bisa menjadi solusi untuk mendukung operasional pemeliharaan dan pembiakan hewan, sekaligus membuka lapangan kerja bagi para pekerja sirkus yang terdampak.
Pada 1981, ketiga bersaudara anak Hadi Manansang mulai membangun taman safari pertama mereka di Cisarua, Bogor. Lahan seluas 55 hektare yang dulunya bekas perkebunan disulap menjadi kebun binatang modern dengan bantuan konsultan dari Jerman dan Amerika.
Taman Safari Cisarua resmi dibuka pada April 1986 dan ditetapkan sebagai objek wisata nasional empat tahun kemudian.
Taman satwa yang dibangun Hadi dan ketiga anaknya inilah yang kemudian berkembang menjadi Taman Safari Indonesia. Lokasi pertamanya berdiri di Cisarua, Bogor, dan sejak saat itu usaha keluarga Manansang terus tumbuh dan memperluas jangkauan.
Beberapa unit lain yang lahir dari pengembangan ini antara lain Taman Safari Indonesia II di Prigen, Jawa Timur, Bali Safari & Marine Park di Gianyar, Batang Dolphin Center di Jawa Tengah, hingga Jakarta Aquarium. Kini, Taman Safari Indonesia telah menjadi salah satu destinasi wisata keluarga paling populer di Indonesia.
Di sisi lain, Oriental Circus Indonesia (OCI) yang belakangan kembali jadi perbincangan publik, dikenal sebagai pelopor sirkus modern di tanah air. Grup ini menghadirkan berbagai pertunjukan memukau, mulai dari flying trapeze, badut, juggling, sulap, akrobatik, hingga atraksi hewan liar.
Keberadaan OCI begitu melekat di ingatan generasi 1980-an hingga awal 2000-an. Sirkus ini aktif berkeliling ke berbagai kota—bahkan hingga 15 kota dalam setahun—dan tercatat telah menggelar lebih dari 40 ribu pertunjukan dengan jumlah penonton mencapai 17 juta orang.
Namun, masa kejayaan OCI mulai meredup sejak 2019. Perubahan selera hiburan masyarakat dan perkembangan zaman diyakini menjadi faktor menurunnya minat terhadap pertunjukan sirkus. (*)