Komunitas Perempuan Mahardika Peringati Hari Ibu dengan Diskusi “Bongkar Ibuisme dan Stereotip Gender”
Penulis: Giovanni Gilbert Anras
6 jam yang lalu | 0 views
Samarinda, Presisi.co – Dalam rangka memperingati Hari Ibu, Komunitas Perempuan Mahardika menggelar acara bertajuk “Bongkar Ibuisme dan Stereotip Gender: Menggugat Batasan Peran Perempuan dalam Masyarakat Patriarkal” di Teras Samarinda pada Minggu, 22 Desember 2024 sore.
Diskusi ini bertujuan untuk mengkritisi konsep “ibuisme” yang dianggap mempersempit peran perempuan dalam masyarakat sejak era Orde Baru, sekaligus menggali kembali makna perjuangan perempuan dalam sejarah nasional dan internasional.
Ibuisme adalah ideologi gender yang menempatkan perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pendamping suami. Konsep ini juga mendefinisikan peran ideal perempuan sebagai istri dan ibu.
Konsep ibuisme lekat dengan konsep patriarki. Patriarki sendiri adalah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama yang mendominasi dalam berbagai aspek kehidupan.
Moderator acara, I’is Supia, memandu diskusi yang menghadirkan dua pembicara utama. Yakni, Ayu Norwahliyah yang berprofesi sebagai wartawan dan Devy Khusnul Khotimah dari Perempuan Mahardika Samarinda.
Dalam diskusi, Devy menjelaskan Hari Ibu seharusnya menjadi momentum untuk menghormati perjuangan perempuan di berbagai sektor, bukan sekadar memperkuat peran domestik.
“Konsep ibuisme selama ini cenderung membatasi peran perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga, padahal perempuan memiliki potensi besar yang perlu diberdayakan,” tegas Devy.
Ayu Norwahliyah menambahkan, perempuan, termasuk ibu, memiliki hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Hal tersebut dikarenakan adanya keberadaan patriarki yang masih cukup lekat di masyarakat.
"Tugas seorang ibu tidak hanya sebatas pekerjaan domestik. Perempuan berhak untuk mengembangkan potensi diri dan berkontribusi di ruang publik,” ujar Ayu.
Diskusi ini juga menyoroti pentingnya memutus stereotip gender yang menghambat kemajuan perempuan. Para peserta diajak untuk mempertanyakan batasan peran yang selama ini dilekatkan pada perempuan dalam sistem patriarki.
Devy menyampaikan bahwa penghormatan terhadap perempuan harus melampaui peran tradisional yang sering dikaitkan dengan peran domestik.
“Seluruh ibu itu hebat, tetapi jangan mematok peran mereka hanya di dapur atau rumah. Perempuan juga mampu dan layak berperan di bidang lain,” tambahnya.
Acara ini mendapat respons positif dari para peserta, yang merasa terinspirasi untuk lebih memahami sejarah dan makna Hari Ibu sebagai bagian dari perjuangan perempuan Indonesia.
“Kita perlu mengedukasi masyarakat agar Hari Ibu tidak hanya diperingati dengan cara simbolis, tetapi juga menjadi momentum untuk mendorong kemajuan perempuan,” tutup Devy. (*)