Soal Sengketa Tanah, WALHI dan Warga Desa Telemow Hadir dalam Sidang di PTUN Samarinda
Penulis: Giovanni Gilbert Anras
Selasa, 09 Juli 2024 | 641 views
Samarinda, Presisi.co - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kaltim bersama warga Desa Telemow menghadiri persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda, Selasa, 9 Juli 2024.
Mereka memperjuangkan hak atas tanah yang diklaim oleh PT ITCI Kartika Utama sebagai Hak Guna Bangunan (HGB) mereka.
Warga Desa Telemow dituduh oleh PT ITCI Kartika Utama merampas tanah yang dimiliki perusahaan tersebut.
Sengketa ini mencuat setelah Komisi Informasi Kaltim pada Mei 2024 lalu mengabulkan sebagian permohonan Yudi Saputra, warga Desa Telemow, terkait salinan dokumen HGB PT ITCI Kartika Utama.
Namun, ATR/BPN mengajukan keberatan ke PTUN dengan menyatakan dokumen tersebut sebagai informasi yang dikecualikan.
Desa Telemow, yang terletak di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, menghadapi klaim dari PT ITCI Kartika Utama atas tanah yang dianggap milik penduduk asli.
“ITCI yang dulu ramah dengan masyarakat. Bahkan membantu memberikan bibit cengkeh dan bibit padi unggul. ITCI yang sekarang serakah,” ungkap Syahdin, seorang petani dari Desa Telemow.
Pemasangan plang oleh perusahaan berdampak negatif pada fasilitas umum seperti perumahan, jalan semenisasi, usaha tani, kantor desa, Puskesmas, dan kantor BPD.
Petani lain, Saparudin, menyatakan sekitar 200 hektar dari 500 hektar tanah desa masuk ke wilayah HGB perusahaan. Ia menyarankan peninjauan lebih lanjut atas lahan yang bermasalah.
Kepala Seksi Pemerintahan Desa Telemow, Yuse Syaiful Aziz, mengungkapkan keterlibatannya dalam pengukuran HGB yang ternyata hanya menunjuk batas tanpa pemahaman yang jelas.
Menurut data Aziz, Desa Telemow dengan hampir 4.000 jiwa penduduk hanya memiliki 220 hektar tanah yang dapat dihuni karena keberadaan HGB.
Anggota Tim Advokasi Tanah Untuk Rakyat, Fathul Huda Wiyashadi, menduga ada cacat prosedur dalam penetapan HGB oleh ATR/BPN.
“Informasi HGB ini adalah informasi yang dikecualikan berdasarkan permen 32 tahun 2021. Tapi, menurut kami tidak bisa seperti itu, karena harus ada uji konsekuensi yang malah terbit dan tidak ada menyebut secara spesifik,” tutur Fathul.
Setelah persidangan, pihak ATR/BPN enggan memberikan keterangan lebih lanjut. Warga Desa Telemow berharap sengketa tanah ini dapat diselesaikan sesuai Perda yang ada, serta adanya peningkatan sumber daya manusia untuk membantu pembangunan desa.
"Harapannya, meskipun prosesnya sedemikian rumit bisa dilepaskan sesuai Perda yang ada," pungkas Fathul.
Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, Desa Telemow berharap dapat melanjutkan pembangunan yang terhenti akibat sengketa ini. (*)