Warisan Ganda Jokowi: Infrastruktur Gemilang, Korupsi dan Utang Negara Meningkat
Penulis: Redaksi Presisi
Senin, 08 Juli 2024 | 262 views
Presisi.co - Pemerintahan Presiden Jokowi telah meninggalkan beberapa legacy (warisan) positif yang tercatat dalam sejarah. Ini misalnya pembangunan infrastruktur jalan toll yang bukan saja di Pulau Jawa tetapi juga di luar Pulau Jawa, mendorong pembangunan desa dengan dana desa yang cenderung meningkat, dan berbagai hilirisasi dari berbagai sumber daya pertambangan yang kita miliki. Namun demikian, juga legacy negatif yang berupa meningkatnya korupsi, pelemahan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta kecenderungan utang meningkat.
“Semua ini akan menjadi tugas penggantinya untuk mensikapinya untuk memperbaiki warisan negatif dan melanjutkan warisan positifnya,” demikian disampaikan Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. dalam diskusi akhir pekan daring dengan tema "Warisan Ekonomi di Akhir Masa Jabatan Jokowi" pada Minggu (07/07/2024) pukul 19.30 WIB yang diadakan oleh Forum Guru Besar dan Doktor (FGBD) Insan Cita serta diikuti oleh sekitar 300 audiens. Acara ini juga dihadiri oleh narasumber lainnya seperti Prof. Mudrajad Kuncoro, PhD., Prof. Didik J. Rachbini, Anthony Budiawan, Moh. Jumhur Hidayat, dan dimoderatori oleh Prof. Tika Widiastuti.
Lebih lanjut dalam diskusi ini, Prof. Edy menyoroti berbagai aspek terkait kualitas manusia dalam nawacita Presiden Jokowi. Beliau menyebutkan bahwa inflasi jumlah guru besar mengakibatkan marwah akademik guru besar menurun, ditambah adanya oknum di Kemendikbud yang menjadikan torehan negatif. "Menteri pendidikan yang bukan dari kalangan akademik tetapi dari praktisi juga turut berkontribusi terhadap permasalahan ini," ujar mantan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) ini.
Prof. Edy juga menyoroti serangan ransomware baru-baru ini yang mempengaruhi digitalisasi di Indonesia, yang sekaligus mempertanyakan kualitas manusia di bidang IT dalam nawacita Presiden Jokowi. "Ini menunjukkan bahwa kita masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam meningkatkan kualitas SDM di bidang teknologi informasi," tambahnya.
Selain itu, diskusi juga membahas tentang pembangunan di Indonesia. Menurut Prof. Edy, pembangunan di era Presiden Jokowi relatif baik dibandingkan dengan era Presiden SBY, yang terlihat dari indikator Gini Ratio. Pembangunan infrastruktur selama dua periode pemerintahan Jokowi menjadi salah satu legacy yang menonjol. Namun, perpindahan ibu kota masih menimbulkan banyak pertanyaan karena kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja dan target investasi yang belum terpenuhi dengan biaya sangat mahal sekitar Rp 500 triliun.
Prof. Edy juga mengomentari target pertumbuhan ekonomi Jokowi sebesar 6,0%-6,2% (RPJMN 2020-2024) yang belum terealisasi. "Inflasi memang fluktuatif, namun dalam 10 tahun terakhir relatif stabil kecuali pada 2022 akibat kenaikan harga komoditas global dan 2020 akibat lemahnya daya beli masyarakat," jelas mantan Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) ini. Namun, beliau menambahkan bahwa rupiah terus mengalami depresiasi dan menembus Rp.16.000 pada April 2024, menunjukkan bahwa kebijakan moneter longgar dalam beberapa periode terakhir belum mampu mendongkrak posisi Rupiah.
Menjelang akhir masa jabatannya, target tingkat kemiskinan Jokowi sebesar 6,5%-7,5% (RPJMN 2020-2024) juga sulit tercapai. Meskipun Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mengalami pertumbuhan dalam kurun 9 tahun, investasi asing dominan mengarah ke sektor sekunder sementara investasi domestik di sektor primer mengalami kenaikan signifikan.
Prof. Edy juga mengkritisi peningkatan utang yang signifikan dibandingkan dua presiden sebelumnya serta pelemahan lembaga anti korupsi. "Kebijakan yang diambil tidak berpihak pada pemberantasan korupsi, ini adalah sebuah kemunduran," tegasnya. Beliau menambahkan bahwa meskipun banyak proyek strategis yang dikerjakan selama kepemimpinan Presiden Jokowi, beberapa target seperti tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, utang, dan korupsi masih belum tercapai.
"Pembangunan yang terus dilakukan nyatanya masih belum memberikan dampak yang signifikan bagi Indonesia. Banyak pekerjaan rumah bagi pasangan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Prabowo-Gibran yang harus dikerjakan agar target 'Indonesia Emas 2045' tidak hanya menjadi slogan yang terus digaungkan," tutupnya. (*)