Duduk Perkara Polisi Tangkap 9 Petani yang Menolak Pembangunan Bandara VVIP IKN
Penulis: Jati
Rabu, 28 Februari 2024 | 507 views
Penajam, Presisi.co – Proyek pembangunan Bandara VVIP Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim), menimbulkan konflik dengan warga setempat. Sebanyak 9 orang petani ditangkap oleh polisi dengan tuduhan melakukan perlawanan terhadap proyek tersebut.
Para petani yang ditangkap adalah Anton Lewi, Kamaruddin, Ramli, Rommi Rante, Piter, Sufyanhadi, Muhammad Hamka, Daut dan Abdul Sahdan.
Mereka merupakan anggota Kelompok Tani Saloloang yang mengklaim memiliki hak atas lahan yang akan digunakan untuk Bandara VVIP IKN.
Awal Penangkapan 9 Petani
Penangkapan terjadi pada Sabtu (24/2) malam, di Kelurahan Pantai Lango, Kecamatan Penajam. Sebelumnya, para petani sedang berdiskusi di sebuah toko sambil makan malam. Mereka membicarakan soal ancaman penggusuran lahan mereka yang berupa kebun/ladang.
Menurut kesaksian warga, Kapolsek Penajam Paser Utara datang ke lokasi dengan alasan hanya ingin “jalan-jalan”.
Namun tak lama kemudian, sekitar 7 mobil dari Polda Kaltim tiba dan langsung menangkap 9 petani tersebut.
Polisi menduga para petani telah menahan alat berat dan mengancam pekerja proyek dengan senjata tajam. Akibatnya, para petani kini ditahan di Mapolda Kaltim, Balikpapan.
Penolakan Proyek Bandara VVIP Sejak Tahun 2023
Konflik lahan antara warga dan proyek Bandara VVIP IKN sudah berlangsung sejak 2023. Saat itu, warga menolak untuk menyerahkan lahan mereka kepada Bank Tanah, yang ditunjuk sebagai pengelola lahan eks Hak Guna Usaha (HGU).
“Prosesnya (penggusuran lahan warga) sudah dari tahun 2023 kemarin kan, itu di Pantai Lango,” kata Fathul Huda, Direktur LBH-YLBHI Samarinda yang ditunjuk sebagai kuasa hukum para petani, Senin (26/2) sebagaimanan yang diberitakan oleh VOXnews.id jaringan Presisi.co.
Fathul menjelaskan, lahan yang akan dibangun sebagai Bandara VVIP IKN itu sebagian besar sudah diambil alih oleh Bank Tanah. Namun ada sebagian kecil lahan yang masih dikuasai oleh warga untuk bercocok tanam, sebelum proyek bandara dimulai.
Masalahnya, pemerintah menetapkan luas area bandara IKN adalah 347 ha dengan Runway 3000 x 45 meter, Taxiway A (180 x 30) m dan B (a180 x 30) m dan Apron 102.150 m2, serta luas terminal VVIP dan VIP sebesar 7.352 m2.
“Jadi warga tidak rela tanahnya diambil, karena kan rencananya itu satu kelurahan akan habis,” ujar Fathul.
Bank Tanah sempat mencoba menyelesaikan masalah dengan cara melakukan verifikasi untuk proses ganti tanam tumbuh yang berada di lahan warga. Namun sebelum proses itu selesai, polisi lebih dulu menangkap 9 petani yang menolak.
Yang lebih parah, kata Fathul, penangkapan itu dilakukan tanpa surat penahanan. Hal ini menurutnya sangat melanggar hukum dan merupakan bentuk pembungkaman terhadap warga yang berjuang untuk hak hidup mereka.
“Itu tidak boleh, melanggar hukum dan juga sama dengan merampas hak warga negara, jadi tidak boleh penangkapan secara sewenang-wenang,” tegas Fathul.
Polda Kaltim Benarkan Penangkapan 9 Petani
Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Artanto saat diwawancarai awak media via telepon turut membenarkan jika pihak kepolisian sudah menahan 9 warga di area pembangunan Bandara VVIP IKN.
Katanya, ke-9 warga itu telah ditangguhkan penahanannya ke Mapolda Kaltim di Balikpapan pada Minggu (25/2) pagi kemarin.
“Iya betul (dilakukana penahanan). Tapi saya sebut ini bukan kelompok petani, tapi sekelompok orang. Agar tidak bias,” terang Artanto.
Dijelaskannya, penahanan ke-9 orang itu dikarenakan adanya pengancaman kepada karyawan alias operator proyek pembangunan Bandara VVIP IKN Nusantara.
“Kejadian pertama (pengancaman menggunakan sajam) pada hari Jumat 23 Februari 2024 sekitar pukul 16.30 wita. Di area pembangunan bandara VVIP,” bebernya.
Karena pengancaman dari 9 orang itu, proyek pekerjaan dihentikan sementara. Saat pekerja hendak melanjutkan aktivitas pada Sabtu (24/2), ke-9 orang itu disebut kembali datang dan mengulang pengancaman.
“Akhirnya operator berhenti beroperasi karena mereka merasa terancam. Mereka lalu melapor ke pengawasnya,” tambahnya.
Akibat adanya ancaman itu, pihak pengawas proyek langsung membuat laporan ke pihak kepolisian setempat.
Usai menerima laporan, polisi kemudian melakukan analisa awal. Hingga pada Sabtu (24/2/2024) malam hari, ke-9 orang itu akhirnya ditangkap.
“Lokasinya (penangkapan) berbeda-beda. Ada yang di rumahnya ada juga yang ditempat lain,” imbuhnya.
Penangkapan ke-9 warga itu awalnya disebut-sebut cacat prosedur. Sebab, mereka langsung diciduk oleh polisi begitu saja tanpa adanya surat penahanan.
Hal ini dibantah oleh Kombes Artanto. Katanya, yang namanya penangkapan sudah pasti sesuai dengan prosedur yang ada.
“Jadi pada saat penangkapan, pihak dari kepolisian setempat sudah menyampaikan identitas dari ke-9 orang itu. Saat mereka sudah di bawa, polisi kemudian menyampaikan surat perintah penangkapannya. Kemudian Minggunya, surat penangkapan juga sudah diberikan kepada pihak keluarga,” urainya.
Saat ini Kombes Artanto menyebut kalau kasus ke-9 orang itu sudah naik ke tahap penyidikan. Yang mana ke-9 nya disangkakan dengna Pasal 335 KUHP dan UU Darurat nomor 12/1995.
“Mereka sudah naik penyidikan, dan sudah ditahan di Polda Kaltim. Hari minggu kemarin dilimpahkan ke Polda Kaltim setelah sebelumnya ditahan di Polres PPU. Disangkakan Pasal 335 KUHP dan UU Darurat nomor 12 tahun 1951,” pungkasnya. (*)