search

Opini

Bahasa DaerahPunahUnmulkaltim

Bahasa Daerah Perlahan Menghilang: Ancaman bagi Warisan Budaya

Penulis: Redaksi Presisi
Selasa, 12 Desember 2023 | 614 views
Bahasa Daerah Perlahan Menghilang: Ancaman bagi Warisan Budaya
Opini Tentang Bahasa Daerah Terancam Punah (Kompas.com)

Presisi.co - Di era globalisasi saat ini, kemajuan internet telah banyak memberikan kemudahan di berbagai bidang dalam kehidupan manusia. Salah satu contohnya ialah pesatnya penyebaran informasi. Kemudahan dalam mendapat informasi tersebut membuat manusia selalu up to date dan mengetahui berbagai informasi dari berbagai belahan dunia. Mulai dari informasi terkait kondisi wilayah, tempat wisata, kebudayaan hingga bahasa dari suatu daerah atau negara. 

Informasi-informasi tersebut tentu sangat bermanfaat dalam menambah wawasan seseorang. Hal ini dibuktikan dengan melihat kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang memanfaatkan internet untuk mempelajari bahasa dari berbagai negara. Bahasa-bahasa yang populer dipelajari oleh masyarakat Indonesia, diantaranya ialah bahasa Inggris yang merupakan bahasa internasional, bahasa Korea, bahasa Mandarin, bahasa Jepang, dan banyak lainnya. Perilaku tersebut merupakan dampak positif yang timbul akibat kemudahan penyebaran informasi melalui internet. Namun, selain menimbulkan dampak positif, hal tersebut juga memiliki dampak negatif, yaitu dapat melahirkan ancaman bagi ketahanan bahasa daerah. 

Bahasa daerah merupakan warisan budaya Indonesia yang patut untuk dilestarikan. Berdasarkan data Summer Linguistic yang dikutip dari Jurnal Pamator, terdapat 746 bahasa daerah yang dimiliki Indonesia. Hal tersebut menjadikan Indonesia berada di urutan kedua sebagai negara dengan bahasa terbanyak setelah Papua Nugini (Ulfa, 2019). Tentu ini disebabkan oleh kondisi negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dari sabang hingga merauke dan memiliki keberagaman suku, adat istiadat, agama, dan budaya. 

Namun sayangnya, keragaman bahasa tersebut mengalami pengurangan dikarenakan adanya bahasa daerah yang punah. Menurut data yang disajikan Summer Linguistic, terdapat dua puluh lima bahasa daerah yang terancam punah dan sebanyak tiga belas bahasa telah dinyatakan punah (Budiarto, 2020). Ancaman dan kepunahan tersebut terjadi karena didorong oleh beberapa faktor, diantaranya ialah:

Jumlah penutur yang menyusut

Saat ini, jumlah penutur bahasa daerah sudah mulai menyusut atau berkurang. Hal ini disebabkan karena penutur bahasa daerah sendiri didominasi oleh kalangan orang yang sudah tua. Sedangkan para pemuda pemudinya tidak meneruskan bahasa tersebut. Sehingga lambat laun bahasa daerah pun mulai lenyap dan dilupakan. 

Ketertarikan mempelajari bahasa daerah menurun

Dengan kemajuan teknologi serta internet yang terjadi saat ini, membuat para pemuda dan pemudi sering menghabiskan waktu di media sosial. Banyak kata-kata baru atau bahasa gaul yang mereka temukan melalui media sosial tersebut. Bahasa-bahasa tersebut kemudian ramai digunakan dan memiliki eksistensi tersendiri bagi para pemuda dan pemudi zaman sekarang. 

Eksistensi bahasa gaul tersebut kemudian melahirkan pemikiran bahwa bahasa daerah telah ketinggalan zaman dan dianggap kuno. Sehingga ketertarikan untuk mempelajari bahasa daerah menyusut dan tanpa disadari, bahasa daerah sudah tidak digunakan lagi.

 

Perkawinan campur antar suku

Tanpa disadari, perkawinan antar suku dapat menyebabkan minimnya penggunaan bahasa daerah. Hal ini disebabkan karena setiap suku memiliki bahasanya tersendiri. Perbedaan bahasa ini dapat menimbulkan sulitnya proses komunikasi di antara kedua pasangan tersebut. Sehingga, tidak sedikit pasangan yang berasal dari perkawinan campur antar suku meninggalkan bahasa daerah mereka dan menggunakan bahasa Indonesia agar tidak kesulitan dalam berkomunikasi.

Daya tarik bahasa asing

Selain bahasa gaul, bahasa asing juga memiliki eksistensi tersendiri bagi masyarakat Indonesia zaman sekarang. Tingginya arus informasi dan hiburan seperti musik dan perfilm-an dari luar negeri yang masuk ke Indonesia mengambil alih fokus dan ketertarikan masyarakat. Keinginan mereka untuk mengetahui informasi dan menikmati hiburan tersebut membuat mereka mau tidak mau harus mempelajari bahasa asing tersebut agar dapat mengerti. Hingga kini, masyarakat telah berlomba-lomba untuk bisa menguasai bahasa asing. Sehingga bahasa daerah semakin terlupakan dan tersisihkan.  

Percampuran penduduk dalam suatu wilayah

Kini, suatu pulau atau wilayah dapat ditinggali oleh penduduk berasal dari berbagai suku. Keberagaman tersebut terjadi karena banyaknya penduduk yang melakukan migrasi ke pulau lain, merantau karena pekerjaan atau pendidikan, dan banyak lainnya. Keberagaman tersebut juga menjadi hambatan penduduk dalam wilayah tersebut untuk dapat saling berkomunikasi. Hal ini membuat penduduk yang berasal dari suku minoritas dalam wilayah tersebut lambat laun mengurangi komunikasi dengan bahasa daerah mereka sendiri dan mulai beradaptasi untuk berkomunikasi dengan bahasa daerah yang dominan digunakan di wilayah tersebut.

Itulah beberapa faktor yang dapat menjadi pendukung punahnya bahasa daerah. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan beberapa upaya untuk mempertahankan bahasa daerah yang merupakan warisan budaya dari nenek moyang negara Indonesia. Upaya-upaya tersebut bisa dimulai dari hal kecil seperti membiasakan penggunaan bahasa daerah di lingkungan keluarga. Para orangtua dapat menanamkan nilai-nilai dan penggunaan bahasa daerah kepada anak-anak untuk menjaga kelestarian bahasa daerah itu sendiri. Selain di lingkup keluarga, pemerintah juga dapat menghadirkan program-program menarik yang dapat membuat masyarakat melestarikan bahasa daerah di lingkup yang lebih luas. Salah satu contohnya telah diterapkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar yang menjadikan bahasa kutai sebagai salah satu program muatan lokal di Sekolah-sekolah. Tidak hanya itu, kita juga bisa memanfaatkan teknologi dan internet untuk menggaungkan dan menyebarluaskan bahasa daerah melalui media sosial agar dapat dikenal dan melahirkan eksistensi bahasa daerah di seluruh kalangan masyarakat indonesia bahkan mancanegara. 

Ditulis oleh:  mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman 

•Risna

•Febby Sofiana Azharani