search

Daerah

Single ParentBelajar Daring Tulang Punggung KeluargaAsli Nuryadin

Sulitnya Single Parent Mendampingi Belajar Daring Anak: Siang Bekerja, Malam Kerjakan Tugas Sekolah

Penulis: Jeri Rahmadani
Rabu, 04 Agustus 2021 | 1.302 views
Sulitnya Single Parent Mendampingi Belajar Daring Anak: Siang Bekerja, Malam Kerjakan Tugas Sekolah
Nina Iskandar. (Jeri Rahmadani/Presisi.co)

Samarinda, Presisi.co – Beberapa orangtua murid terus mengeluhkan proses pembelajaran daring hingga saat ini, Rabu 4 Agustus 2021. Pasalnya, bukan sang anak yang belajar dengan efektif, malahan orangtua murid yang harus terlibat dalam proses belajar mengajar anak. Beberapa orangtua murid lainnya malah dituntut mengerjakan tugas anak-anaknya saat waktu mencari nafkah.

Nina Iskandar, warga Jalan Pangeran Bendahara, Baqa, Samarinda Seberang, mengaku khawatir pembelajaran daring yang terus-terusan berlangsung hingga saat ini dapat menurunkan kecerdasan kedua anaknya. Apalagi, Pemkot Samarinda belum memberikan sinyal pembelajaran tahap muka (PTM) bisa dilakukan lantaran melonjaknya Covid-19 di daerah ini. "Saya seorang ibu yang juga pekerja bingung harus seperti apa. Saya berangkat kerja pukul 08.00 Wita. Pulangnya pukul 23.00 Wita. Enggak bakalan bisa mendampingi daring anak-anak," ungkapnya kepada Presisi.co, Rabu 4 Agustus 2021.

Nina mengaku, tugas yang diberikan guru kepada anaknya yang saat ini masih kelas 1 SD itu dia yang kerjakan sepulang kerja.

Guru sekolah pun, disebut Nina hanya memberikan tugas begitu saja kepada anak didiknya. Kemudian dikumpulkan pada jam-jam tertentu. Tak ada cara baru dalam memaksimalkan pembelajaran daring. "Mau tak mau pulang kerja saya harus kerjakan tugas anak-anak, yang penting dapat nilai," sebut Nina yang bekerja sebagai wartawan itu.

Kata Nina, lambatnya pembelajaran kedua anaknya bisa berdampak pada kepercayaan diri mereka. Dia tak mau kejadian setahun lalu terulang. Saat anaknya berhenti sejenak tak melanjutkan sekolah akibat proses pembelajaran daring. "Umur anak makin tua. Takut dia malu sekolah karena ketuaan. Mau tak mau saya paksa sekolah. Meskipun semua tugas saya yang kerjakan," imbuhnya.

Nina berpesan kepada Pemkot Samarinda, selain mempertimbangkan konsekuensi pembelajaran daring, juga mencarikan solusi atas dampak ini.

Paling tidak, sebut Nina, ada kebijakan pemkot untuk murid yang orangtuanya merupakan single parent seperti dirinya, yang notabene tulang punggung keluarga. "Misalnya, khusus anak-anak yang orangtuanya pekerja dan status single parent itu, anaknya bisa masuk sekolah. Toh tidak semua murid yang punya nasib sama seperti anak saya. Bahkan kami ini minoritas," sebutnya.

Terpisah, Sri Suwarni mengungkapkan hal serupa terjadi pada kedua anaknya yang sekolah di SD di Jalan Telok Lerong. Setiap hari dia berdagang di Pasar Pagi di Jalan Gajah Mada, Samarinda.

Sri mengaku selama pembelajaran daring diterapkan, tugas kedua anaknya dia sendiri yang kerjakan. Walau, batas waktu bisa sampai pukul 21.00 Wita atau boleh dikirimkan esok harinya jika tak selesai, namun tak menjamin efektivitas pembelajaran anaknya. "Kalau memengaruhi nilai karena lambat mengirim tugas itu kebijakan dari guru. Tapi yang pasti proses daring membuat kecerdasan anak semakin turun. Malah ibunya yang bisa-bisa cerdas," selorohnya.

Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Dinas Pendidikan Samarinda Asli Nuryadin belum dapat dikonfirmasi mengenai masalah ini. (*)
Editor: Rizki