Jangan Baper! Anggota Dewan Ini Sebut Jari Tengah yang Diacungkan Anaknya ke Satpol PP Biasa Aja
Penulis: Yusuf
Kamis, 29 Juli 2021 | 1.036 views
Samarinda, Presisi.co - Anggota DPRD Kota Samarinda Abdul Rofik angkat bicara mengenai sikap anaknya yang tertangkap kamera mengacungkan jari tengah ke arah petugas Operasi Yustisi, Selasa 27 Juli 2021.
“Adapun anak saya melakukan sesuatu seperti itu sebenarnya saya sendiri tidak tahu artinya apa. Jadi itu cuma dibesar-besarkan saja,” ungkap Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu saat dikonfirmasi awak media, melalui sambungan telepon WhatsApp, Rabu 28 Juli 2021.
Ketua Pansus Covid-19 DPRD Kota Samarinda itu malah balik mengoreksi sikap petugas Satpol PP yang dianggap kurang persuasif dalam menjalankan instruksi wali kota di situasi PPKM Level 4 saat ini.
“Harusnya dibina melalui penyampaian informasi yang baik.Tak perlu dibesar-besarkan. Biasanya anak-anak itu jam 9 aja sudah off, jadi yang seharusnya dilakukan saat penertiban itu jaga jaraknya, pakai masker, terapkan Prokes yang ketat,” kata Rofik yang pada saat kejadian mengaku sedang di rumah dalam satu kawasan kafe Black Orchid milik anaknya di Jalan Kedondong, Kecamatan Samarinda Ulu.
“Saat itu kan petugas masuk ke dalam rumah, itu masuk kategori pidana pelanggaran aturan masuk tanpa izin, apalagi membuat gaduh, saya dalam keadaan tidur dan sakit,” kata Rofik.
“Bukan di kafe yang bergerombol, malah Satpol PP yang masuk beberapa truk tadi. Jadi yang membuat kerumunan itu sebenarnya siapa sih,” tambahnya.
Meski gestur atau sikap yang ditujukan anaknya tersebut masuk pada kategori tindakan yang tak senonoh, namun Rofik kembali menegaskan jika hal tersebut dianggapnya biasa dilakukan, terlebih bagi kalangan muda seperti anaknya tersebut.
"Anak muda biasa ajalah itu. Jangan terlalu baper-baper," nilainya.
Terkait hal tersebut, Pengamat Hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah turut menyampaikan pendapatnya. Ia mengatakan, mereka yang menghina seorang pegawai negeri pada saat melaksanakan tugasnya secara sah, dapat dikenakan delik pidana berdasarkan ketentuan Pasal 316 KUHP.
"Namun dalam kasus ini, harus dibuktikan terlebih dahulu apakah gestur mengacungkan jari tengah itu dikualifikasikan penghinaan terhadap petugas atau tidak. Sebab mengacungkan jari tengah itu kan merupakan gestur yang tidak senonoh yang sudah jadi penanda dalam kehidupan sehari-hari," terang pengamat yang karib disapa Castro itu.
Ia menilai, meski kasus ini dianggap terelalu berlebihan jika dibawa ke ranah pidana, bukan berarti pelaku tidak merasa bersalah dan menyadari kesalahannya.
"Terlebih orang tua pelaku adalah anggota DPRD, yang seharusnya memberi teladan. Orang pertama yang mesti kita jadikan role model, bagaimana etika itu dijunjung tinggi," sebutnya.
Maka itu, sambung Castro, dirinya justru menyayangkan sikap Abdul Rofik yang menganggap tindakan mengacungkan jari tengah seperti yang ditunjkkan anaknya ke arah petugas adalah prilaku yang biasa.
"Itu sama saja dengan membernarkan gestur penghinaan macam itu. Bahayanya, itu akan ditiru oleh yang lain. Apa susahnya minta maaf dan menyadari kesalahan? Itu kan jauh lebih terpuji," bebernya.
Diberitakan sebelumnya, petugas gabungan Operasi Yustisi Samarinda yang terdiri dari Satpol PP, TNI-Polri, BPBD bersama pejabat kecamatan dan kelurahan, menyisir sejumlah kafe yang ada di Kecamatan Samarinda Ulu. Sekira pukul 22.00 Wita, petugas dikatakan Kepala Seksi Bagian Umum dan Kepegawaian Satpol PP Samarinda Ananta Diro singgah ke kafe milik anggota DPRD Samarinda itu untuk sekadar menyampaikan imbauan dari pemerintah.
Ananta Diro mengaku, penertiban dilakukan secara persuasif dan humanis, serta tidak bermaksud menutup kafe. "Kami singgah dan memberikan imbauan atas Instruksi Wali Kota Samarinda 4/2021. Bahwa kafe dan warung makan itu kapasitasnya 25 persen," ucapnya.
Berdasarkan Instruksi Wali Kota Samarinda 4/2021 dalam poin kesembilan bagian D sub d.2 secara tegas menginformasikan, pelaksanan operasional kafe diperbolehkan secara (dine in) atau makan di tempat maksimal 25 menit. Kemudian jumlah pengunjung tak boleh lebih dari 25 persen dari luasan kapasitas kafe.
"Makanya saya singgahi dan mengimbau setiap meja disediakan dua kursi saja. Tidak boleh lebih," ucap Ananta Diro.
Ananta menyebut, aktivitas kafe tersebut memang telah melewat batas waktu operasional seperti yang tertuang dalam Instruksi Wali Kota Samarinda 3/2021, yakni pukul 21.00 Wita.
"Memang sudah melewati batas jam operasional. Kalau sesuai Instruksi Wali Kota Samarinda 3/2021, jam operasional itu hanya sampai pukul 21.00 Wita. Kalau kami menganut landasan hukum itu, kafe itu sudah melanggar," tegasnya. (*)