Ketua KPU Samarinda : Form A.B-KWK Tak Dapat Diserahkan
Penulis: Topan
Selasa, 08 September 2020 | 689 views
Samarinda, Presisi.co - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Samarinda pada Selasa (8/9/2020) memanggil 55 orang Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Pemanggilan tersebut, dimaksudkan untuk meminta klarifikasi anggota PPS terkait adanya dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh PPS sebagai perangkat lapangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Samarinda.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Kota Samarinda, Firman Hidayat menjelaskan bahwa form A.B-KWK tidak dapat diserahkan lantaran menyangkut data pribadi, menurut Firman yang dapatdiserahkan kepada Bawaslu hanya form A.B1-KWK yang merupakan hasil rekapitulasi.
"Bukan A.B-KWK, kalau itu data pribadi orang. Ya kami bilang kami gak bisa kasih," ujar Firman kepada awak media, Selasa (8/9/2020).
Firman juga membantah pernyataan Bawaslu, yang menyebut ada 4 orang PPS yang menyerahkan form A.B-KWK.
"Gak ada yang ngasih. Kami gak akan bolehkan," tegasnya.
Firman mengatakan KPU Kota mendapat instruksi KPU Provinsi yang merupakan instruksi dari KPU RI untuk tidak membocorkan data lengkap yang tertuang dalam form A.B-KWK. Namun demikian, pihaknya tidak membantah bahwa apa yang diminta oleh Bawaslu memang ada tertuang di PKPU 19 Pasal 12 ayat 11.
"Hanya saja kami tidak bisa memberikan karena 1 yang paling utama adalah instruksi dari KPU RI bahwa kita tidak bisa memberikan itu," jelasnya.
Selain itu, KPU Samarinda, telah menelaah dan mendapati bahwa ada Undang-Undang (UU) yang melarang atau menyebutkan data yang dikecualikan seperti data kependudukan atau data pribadi.
"Kami bukan lembaga yang bisa menerbitkan itu. Silahkan ambil di lembaga pemerintah yaitu Disdukcapil bahwa itu hasil kerja-kerja kami itu benar tapi tidak membantah Disdukcapil. Kami hanya memastikan data-data pemilih. Kalau itu bocor pidana itu," pungkasnya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Samarinda, Daini Rahmat merasatidak puas atas jawaban KPU Samarinda yang dianggap kurang relevan. Menurut Daini, KPU Samarinda hanya berpatokan pada surat edaran (SE) yang dikeluarkan oleh KPU RI.
"Menurut kami surat edaran itu tidak bisa mengenyampingkan PKPU. Karena PKPU secara hirarki hukum lebih tinggi daripada surat edaran," tegas pria yang akrab disapa Deden itu, saat dihubungi melalui sambungan telepon seluler, Selasa (8/9/2020).
Menurut Deden yang menjabat sebagai Divisi Hukum, dalam surat edaran tersebut tidak ada yang salah. Namun, apa yang belum diatur dalam surat edaran maka akan diatur pada PKPU 19 pasal 12 ayat 11.
"Jadi tidak ada perdebatan. Cuma tafsiran hukum khususnya di KPU Samarinda menurut saya ya ini agak sedikit gimana gitu," ucapnya.
Sebagai tindak lanjut terhadap penanganan dugaan pelanggaran tersebut, Bawaslu kota Samarinda menunggu undangan KPU Samarinda untuk membahas permasalahan tersebut agar tercapai titik temu antar kedua belah pihak dan menganggap sementara permasalahan ini berstatus deadlock alias menemui jalan buntu.
"Jadi sebenarnya sih deadlock (jalan buntu) cuma tadi diberikan solusi untuk internal KPU dan Bawaslu membicarakan dalam forum lain. Jadi kami ini menunggu KPU mengundang Bawaslu berbicara terkait itu," pungkasnya.