Komisi Yudisial RI Dorong Pemantauan Sidang Tertutup Demi Perlindungan Perempuan dan Anak
Penulis: Akmal Fadhil
Kamis, 04 September 2025 | 222 views
Kepala Bagian Pemantauan Perilaku Hakim KY RI, Ninik Ariyani saat diwawancarai. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak yang berujung pada proses hukum menuntut perhatian serius dari lembaga peradilan, terutama dalam hal akuntabilitas dan transparansi sidang tertutup.
Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia menegaskan pentingnya penguatan pemantauan terhadap persidangan, khususnya perkara yang bersifat tertutup dan melibatkan perempuan serta anak sebagai pihak berperkara.
Kepala Bagian Pemantauan Perilaku Hakim KY, Ninik Ariyani, menegaskan bahwa situasi ini sangat relevan dengan mandat konstitusional KY sebagaimana diatur dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 dan UU No. 18 Tahun 2011.
“Salah satu mandat utama KY adalah menjaga dan menegakkan kehormatan serta perilaku hakim, yang salah satunya diwujudkan melalui pemantauan sidang. Apalagi dalam perkara perempuan dan anak, aspek perlindungan dan keadilan menjadi sangat krusial,” ujarnya saat ditemui di Kantor Penghubung KY Kaltim.
Sepanjang 2022 hingga pertengahan 2025, KY telah menerima jumlah signifikan permohonan pemantauan sidang tertutup: 43 perkara (2022), 26 perkara (2023), 43 perkara (2024), dan hingga 10 Juni 2025, sebanyak 48 permohonan telah masuk khususnya perkara yang melibatkan perempuan berhadapan dengan hukum.
Ninik menegaskan bahwa pemantauan yang dilakukan KY bukanlah bentuk pengawasan represif, melainkan kontrol preventif agar tidak terjadi pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dalam persidangan.
“Kegiatan ini adalah bentuk pengamatan dan verifikasi terhadap jalannya sidang, agar tetap menjunjung tinggi etika dan keadilan. Ini adalah upaya menjaga marwah peradilan,” jelasnya.
Namun, terdapat tantangan besar, khususnya ketika sidang dilaksanakan tertutup. Dalam sidang tertutup, hanya pihak berperkara dan kuasa hukum yang diizinkan hadir, sehingga ruang pemantauan dari luar sangat terbatas.
“Justru di situ letak urgensinya. Kita ingin mencoba melihat kondisi di dalam persidangan yang sejatinya tidak bisa kita pantau secara langsung, namun tetap perlu ada mekanisme kontrol yang menjamin tidak terjadi pelanggaran,” tegas Ninik.
Dalam upaya mengatasi keterbatasan ini, KY juga mendorong partisipasi publik melalui jejaring pemantauan di berbagai daerah.
Jejaring ini merupakan manifestasi dari semangat awal pembentukan KY sebagai lembaga independen yang mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjaga integritas peradilan.
“Pemantauan publik bukan hanya hak, tapi bagian dari fungsi kontrol demokratis. Kita terus membuka ruang kolaborasi dengan masyarakat sipil, akademisi, dan media. Tujuannya agar proses persidangan, sekalipun tertutup, tetap transparan dan akuntabel dalam koridornya,” kata Ninik.
KY kini tengah memperkuat koordinasi di berbagai wilayah, termasuk dengan perwakilan di Kalimantan Timur, untuk memetakan model pemantauan yang efektif di sidang tertutup, tanpa melanggar asas hukum dan hak-hak pihak berperkara.
“Komisi Yudisial ingin mendorong praktik pengadilan yang lebih bersih, transparan, dan berpihak pada kelompok rentan. Pencegahan pelanggaran etika harus dimulai dari pengawasan yang sistematis dan berbasis data,” tutup Ninik.