Kisah Kesabaran Perawat dan Dokter Cantik yang Merawat Narapidana Sakit di Lapas Balikpapan
Penulis: Nur Rizna Feramerina
Senin, 24 Mei 2021 | 848 views
Balikpapan, Presisi.co - Dokter Debora Christi Sinaga dan Perawat Yunita Nurpuspa Sari tak pernah membayangkan akan menjalankan tugas profesi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Balikpapan. Sejak Januari 2021, keduanya melalui hari dengan merawat pasien narapidana.
Debora merupakan lulusan Universitas Methodist Indonesia (UMI) di Medan, Sumatera Utara. Sebelum ditempatkan di Lapas Balikpapan, dia bertugas di Rumah Sakit Omni Cikarang. "Saya angkatan 2010, lulus 2016," kata wanita kelahiran Pontianak, 17 Januari 1993 itu.
Sedangkan Yunita yang merupakan dara kelahiran Sampit, 20 Juni 1995 merupakan lulusan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2013, dan lulus pada 2018 setelah mengambil profesi selama setahun.
Diakui kedua wanita ini, awalnya mereka takut setelah tahu akan ditempatkan di Lapas. Sebab, gambaran umum soal Lapas tidak jauh dari orang-orang jahat. "Rasa takut itu ada. Apalagi saya perempuan. Tapi setelah dijalani ya sama aja. Orang-orang di sini baik," ungkap Debora.
Namun ada satu kejadian yang membekas di benak Debora. Pada April 2021, ada narapidana yang marah-marah di klinik dengan memukul meja. Sontak Debora kaget bukan main. Dia sempat terdiam. Kemudian dia meminta bantuan petugas Lapas. Rupanya, napi tersebut menginginkan beberapa jenis obat. Namun karena keterbatasan obat yang tersedia, napi tersebut kalap. Saat ini Debora sudah terbiasa dan mulai menikmati rutinitasnya di Lapas.
Senada dengan Debora, Perawat Yunita pun telah menikmati tugas profesinya. Sebelum ditempatkan di Lapas, Yunita sempat bertugas di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan.
"Ketika daftar ASN ditempatkan di sini. Saya benar-benar belum pernah membayangkan bagaimana kerja di sini," terang wanita berhijab ini.
Sebelum memutuskan menjalankan tugasnya di Lapas, Yunita bercerita sempat ingin mengundurkan diri. Namun, berkat dukungan orangtua, dia tetap melanjutkan tugas dan terbukti hingga saat ini bisa bertahan. "Orangtua saya tenaga kesehatan juga. Pernah pula ditugaskan di klinik penjara. Katanya enak, ya sudah saya coba," ujarnya.
Selama merawat pasien napi, dia menjelaskan tidak ada perbedaan dengan pasien-pasien di luar sana. Meski anggapan orang jahat melekat pada napi, namun dia membuktikan, para napi di Lapas ini tetap baik hati. "Prinsipnya menghadapi orang itu dengan pendekatan. Misalnya orang marah-marah. Jangan dihadapi dengan marah juga. Bisa dibicarakan baik-baik. Biar mereka tenang dulu. Sedikit demi sedikit pasti mau bercerita," ucapnya.
Setiap Senin, Rabu dan Jumat, Debora dan Yunita menjalankan praktik. Di hari lain, mereka hanya stand by jika sewaktu-waktu ada kondisi gawat yang dialami pasien napi.
Penyakit yang banyak dikeluhkan pasien napi antara lain batuk, pilek, sakit perut, pusing, hingga lemas. (*) Editor: Rizki