search

Berita

TKD DipangkasTPP ASNPengamat EkonomiUniversitas MulawarmanPemprov Kaltim

Pengamat Ekonomi Unmul Soroti Wacana Pemangkasan TPP ASN Saat TKD Dipangkas

Penulis: Rafika
7 jam yang lalu | 0 views
Pengamat Ekonomi Unmul Soroti Wacana Pemangkasan TPP ASN Saat TKD Dipangkas
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). (Sumber: Internet)

Samarinda, Presisi.co - Gelombang pengetatan fiskal mulai terasa di daerah-daerah setelah Kementerian Keuangan resmi memangkas dana Transfer ke Daerah (TKD) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025. 

Porsi TKD untuk Kaltim terbilang menurun drastis. Pada tahun 2025, Kaltim menerima Dana Transfer Umum (DTU) sebesar Rp7,13 triliun. Sementara pada tahun 2026, Kaltim hanya menerima DTU di angka Rp 2,49 triliun.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) tengah menimbang-nimbang wacana pemotongan tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) menyusul kebijakan tersebut.

“Keuangan daerah kita sedang dalam kondisi berat. Tapi sebelum ada keputusan apa pun, kami akan berdialog terlebih dulu dengan seluruh ASN. Ini bukan kebijakan yang bisa diputuskan sepihak,” ujar Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, Jumat 10 Oktober 2025.

Berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 100.3.3.1/K.731/2023, besaran TPP bagi ASN di lingkungan Pemprov Kaltim memang tergolong tinggi. Sekretaris Daerah, misalnya, menerima TPP hingga Rp99 juta per bulan, disusul Asisten dan Inspektur sekitar Rp69 juta.

Kepala Dinas, Kepala Badan, dan Sekretaris DPRD memperoleh Rp48 juta. Sementara itu, Direktur RSUD Kelas A menerima Rp46,5 juta, dan Staf Ahli Gubernur mendapat Rp45 juta per bulannya.

Pengamat ekonomi Universitas Mulawarman, Hairul Anwar, menilai wajar sajai jika Pemprov Kaltim mempertimbangkan pemangkasan TPP, khususnya untuk mengendalikan beban belanja operasional yang menelan porsi cukup besar.

Sebagai gambaran, pada APBD Kaltim 2025, belanja operasional tercatat mencapai sekitar Rp9 triliun atau sekitar 42 persen dari total anggaran daerah.

“Dari sisi Pemprov, bisa jadi melihat pos anggaran TPP ASN ini cukup besar sehingga ada pertimbangan untuk mengurangi,” jelas Hairul kepada Presisi.co, Jumat 24 Oktober 2025.

“Kemudian dari sisi keadilan, dulu yang diurusin sekian triliun, tahun depan kan berkurang, ya seharusnya berkurang juga beban kerjanya, maka berkurang juga tunjangannya,” sambungnya.

Dalam kaca mata Hairul, TPP ASN adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, memangkasnya bisa memperbaiki struktur fiskal. Namun di sisi lain, kebijakan itu berisiko menurunkan daya beli masyarakat.

“Perlu diingat bahwa tunjangan akan menghidupkan sektor riil. Tunjangan kan dipakai untuk belanja maka larinya adalah menghidupkan perekonomian kota. Apalagi ASN kebanyakan mengandalkan tunjangan dibanding gaji pokok,” paparnya.

Ia menilai, kebijakan pemotongan TPP akan berdampak langsung pada pola konsumsi masyarakat. Sektor-sektor seperti UMKM, kuliner, properti, jasa, hingga perhotelan berpotensi mengalami penurunan omzet karena ASN cenderung menahan belanja, terutama untuk kebutuhan yang sifatnya non-esensial.

Menurutnya, pemotongan tunjangan bisa menekan daya beli pegawai dan pada akhirnya merembet ke pelaku usaha kecil, mulai dari kafe, warung makan, hingga sektor jasa lainnya.

“Sehingga jika TPP dipotong maka akan mengganggu sektor riil. Artinya, dampak pemotongan TKD akan turun ke masyarakat,” jelasnya. 

Ditambah lagi, dari kacamata makro, pria yang akrab disapa Choudy ini menilai ekonomi Kaltim memang sedang memasuki fase kehati-hatian.

“Ekonomi di Kaltim tahun depan orang akan banyak berjaga-jaga. Tahun ini efisiensi, sudah sangat lesu ekonomi. Apalagi jika tahun depan tidak membaik. Apalagi sektor batu bara, tambang, sedang tidak bagus,” katanya.

Oleh sebab itu, ia mengingatkan, setiap kepala daerah harus berhati-hati dalam mengambil keputusan fiskal. 

“Saya tidak berharap kepala daerah semata-mata berpikir supaya namanya tetap moncer sebagai politisi dengan membuat kebijakan-kebijakan populis, baik dengan memotong TPP maupun tidak memotong TPP,” tegasnya.

Meski mengalami pemotongan TKD hingga 70 persen, Hairul menilai kondisi fiskal Kaltim masih berada di batas aman. Dengan porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar, kondisi keuangan provinsi dinilai masih mampu menahan tekanan akibat pemangkasan dana TKD.

Namun, situasinya berbeda di level kabupaten dan kota. Hairul menilai, pemotongan anggaran di tingkat bawah jauh lebih terasa karena langsung memengaruhi kemampuan daerah dalam menjalankan layanan publik dasar.

“Kaltim itu sebenarnya kalau provinsi menurut saya masih batas aman, karena PAD-nya cukup besar. Yang jadi masalah itu kabupaten dan kota, yang APBD-nya dipotong cukup besar,” jelas Hairul.

Ia menyarankan agar pemerintah daerah tidak hanya fokus pada efisiensi, tetapi juga memperkuat sektor-sektor yang bisa menarik kunjungan dan perputaran ekonomi dari luar daerah.

“Menurut saya, sekarang itu kalau kota atau kabupaten perlu meningkatkan fasilitas umum, kesehatan, sanitasi lingkungan, pendidikan, sehingga bisa meningkatkan kunjungan orang dari luar,” tutupnya. (*)

Editor: Redaksi