search

Advetorial

DPRD Kaltim Komisi II DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono Ketimpangan Fiskal Daerah PKH Tambang PKT Kehutanan PNBP Sektor Ekstraktif Penerimaan Negara APBD Kaltim 2026 Prognosis P-APBD 2025 Keadilan Fiskal DBH IUPK Pajak Tambang Kaltim Eksploitasi SDA Kerusakan Lingkungan Pusat vs Daerah Perjuangan Fiskal Daerah DPRD Soroti PNBP Pajak Kehutanan Nasional Transparansi Pendapatan Tambang

DPRD Kaltim Soroti Ketimpangan Fiskal, Desak Pemasukan dari PKH dan PKT Masuk ke Daerah

Penulis: Akmal Fadhil
Rabu, 11 Juni 2025 | 2 views
DPRD Kaltim Soroti Ketimpangan Fiskal, Desak Pemasukan dari PKH dan PKT Masuk ke Daerah
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono. (istimewa)

Samarinda, Presisi.co – Ketimpangan antara dampak eksploitasi sumber daya alam dan minimnya penerimaan daerah kembali menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim).

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menegaskan pentingnya perjuangan serius agar pemasukan dari sektor pertambangan dan kehutanan bisa dinikmati daerah.

Dalam forum monitoring penyusunan Prognosis P-APBD 2025 dan APBD 2026, Rabu 11 Juni, Sapto menyatakan bahwa potensi penerimaan dari Pajak atas Penjualan Hasil Tambang (PKH) dan Pajak atas Hasil Kehutanan (PKT) selama ini belum memberi kontribusi nyata bagi keuangan daerah.

“Selama ini kita tidak mendapatkan pemasukan sama sekali dari sektor PKH dan PKT, padahal kerusakan lingkungan terjadi di daerah kita. Ini ketimpangan yang harus diperjuangkan,” tegas Sapto.

Ia mengungkapkan, DPRD telah menyampaikan permintaan resmi kepada Kementerian ESDM dan mendesak pemerintah provinsi untuk menindaklanjutinya dengan serius.

PKH dan PKT saat ini masuk dalam skema Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seluruhnya dikelola oleh pemerintah pusat tanpa pola distribusi adil bagi daerah penghasil.

Sapto menyebut, hal ini menjadi ironi bagi Kaltim sebagai salah satu kontributor utama pendapatan negara dari sektor ekstraktif.

“Kita rusak hutannya, kita tanggung dampak lingkungannya, tapi pemasukan tidak dinikmati daerah. Ini jelas tidak adil,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebesar 1,5 persen.

DPRD berencana memanggil perusahaan-perusahaan tambang terkait penurunan tersebut untuk memastikan apakah disebabkan oleh turunnya harga batu bara atau penurunan produksi.

“Kita ingin pastikan datanya. Kalau memang harga turun, kita pahami. Tapi kalau produksinya tetap dan DBH-nya turun, harus ada kejelasan,” katanya.

Sapto menegaskan bahwa DPRD Kaltim akan terus memperjuangkan hak fiskal daerah. Ia menyebut keadilan penerimaan menjadi langkah penting agar pembangunan dan perlindungan lingkungan bisa berjalan seimbang.

“Kita tidak anti-tambang, tapi daerah harus dapat porsi yang adil. Jangan sampai kekayaan alam hanya dinikmati pusat, sementara kita menanggung kerusakan,” pungkasnya. (*)