search

Daerah

Prabowo SubiantoPrabowo Berkantor di IKNIbu Kota NusantaraProyek IKNPurwadiWesley Hutasoit

Respons Pengamat Menanggapi Rencana Presiden Prabowo Berkantor di IKN Tahun 2028

Penulis: Giovanni Gilbert Anras
Jumat, 13 Desember 2024 | 206 views
Respons Pengamat Menanggapi Rencana Presiden Prabowo Berkantor di IKN Tahun 2028
Potret pembangunan di kawasan inti Ibu Kota Nusantara (IKN). (Presisi.co)

Samarinda, Presisi.co – Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mulai berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 2028 mendapat tanggapan dari dua pengamat asal Kalimantan Timur. Masing-masing adalah Wesley Hutasoit dari Universitas 17 Agustus Samarinda dan Purwadi, pengamat ekonomi Universitas Mulawarman. Keduanya menilai, ada beberapa alasan dan juga tantangan yang memang harus diselesaikan, termasuk persoalan infrastruktur dan anggaran negara.

"Misalnya, kalau pegawai pemerintah pindah ke sana, apakah anak-anak mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak? Saat ini, fasilitas seperti SD dan SMP belum mencukupi," buka Wesley saat dihubungi Presisi.co pada Kamis, 12 Desember 2024.

Selain itu, Wesley menambahkan, kurangnya fasilitas rekreasi dan hiburan di IKN dapat menjadi penghambat. Ia membandingkan kondisi ini dengan kota Bontang, di mana pekerja industri lebih sering membelanjakan uang mereka di luar kota karena minimnya pilihan hiburan lokal.

Ia juga menyinggung pernyataan yang sempat dilontarkan oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo yang pernah menyebutkan bahwa IKN bisa menjadi tempat untuk memindahkan ASN bermasalah. Pernyataan ini dapat menjadi kontra dan justru menciptakan stigma negatif.

“Logikanya, IKN adalah pusat pemerintahan. Jangan sampai ada anggapan bahwa IKN seperti ‘penjara’ untuk ASN yang bermasalah. Sebaliknya, IKN harus dibangun menjadi pusat inovasi dan kebanggaan nasional,” katanya.

Wesley menekankan pentingnya strategi jangka panjang untuk memastikan keberlanjutan IKN sebagai pusat pemerintahan. Selain membangun infrastruktur fisik, pemerintah juga harus memprioritaskan infrastruktur sosial untuk menarik minat masyarakat tinggal dan bekerja di sana.

“Ini pekerjaan rumah besar. Jangan sampai ini jadi proyek besar tanpa dukungan nyata bagi kehidupan masyarakat,” pungkasnya.

Terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi mengingatkan soal beban anggaran negara yang besar jika seluruh infrastruktur IKN bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Pada 2028, APBN mungkin cukup karena masih ada tiga tahun untuk persiapan. Tapi saat ini, defisit anggaran kita sudah mencapai Rp401 triliun. Jika seluruh proyek ditopang APBN, beban ini akan semakin berat," ujarnya.

Purwadi juga menyoroti kendala lain, seperti minimnya fasilitas digital dan logistik di IKN.

"Ketersediaan layanan dasar seperti internet, rumah sakit, dan sekolah masih belum memadai. Kondisi ini sangat berbeda dengan Jakarta, yang sudah menjadi pusat bisnis sekaligus pemerintahan," jelasnya.

Keduanya sepakat bahwa persoalan pemindahan aparatur sipil negara (ASN) ke IKN juga memerlukan perhatian serius.

"Jika fasilitas untuk keluarga ASN tidak memadai, mereka akan cenderung tetap tinggal di Jakarta atau bahkan memilih menetap di luar negeri karena lebih terjangkau dan nyaman," tambah Purwadi

Baik Wesley maupun Purwadi menilai bahwa realisasi rencana berkantor di IKN membutuhkan persiapan yang matang, baik dari sisi infrastruktur sosial maupun keuangan negara.

"Tanpa perencanaan yang komprehensif, IKN bisa saja menjadi beban ekonomi, bukan solusi pemerataan pembangunan," tutup Purwadi. (*)

Editor: Redaksi