Pekerja Rumah Tangga di Enam Kota Mogok Makan, Tuntut RUU PPRT Segera Disahkan
Penulis: Nelly Agustina
Senin, 14 Agustus 2023 | 933 views
Jakarta, Presisi.co – Rancangan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah diperjuangkan selama 19 tahun masih belum kunjung disahkan. Aksi protes setiap tahunnya masih bergulir hingga kini. Kali ini, Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang di enam kota di Indonesia melakukan aksi mogok yang dimulai sejak Senin, 14 Agustus 2023 hingga RUU PPRT disahkan menjadi undang-undang.
Para PRT ini tergabung dalam Aliansi Mogok Makan untuk UU PPRT. kali ini digelar di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Jakarta Pusat dan lima Kota lainnya, Medan, Tangerang, Semarang, Yogyakarta, Makassar. Turut berpartisipasi juga para tokoh masyarakat juga masyarakat sipil yang bergabung dalam aksi mogok makan serentak ini.
Koordinator Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Lita Anggraini dalam rilisnya mengatakan aksi ini menampilkan piring-piring yang berisi batu bata, sikat kamar mandi, rantai, dot bayi, busa pencuci piring sebagai simbol keadaan Pekerja Rumah Tangga kali ini.
Piring-piring yang diisi berbagai peralatan ini sebagai simbol banyaknya pekerja rumah tangga yang harus menahan lapar akibat harus menyelesaikan pekerjaannya, hal ini pun berkaitan dengan ketidakjelasan jam kerja yang harus di ampu oleh para PRT.
“Sedangkan rantai berarti penundukan, piring-piring tersebut merupakan tanda seringnya kelaparan yang harus ditanggung para pekerja rumah tangga,” ungkapnya.
Lita menjelaskan realitas para pekerja merupakan ironi dari keadaan negara hari ini. Cita-cita pembangunan yang sering didengungkan seperti "No One Left Behind" semakin tidak terbukti, karena pada kenyataannya PRT terus ditinggalkan. 19 tahun berjuang untuk diberikan perlindungan hukum, namun hingga saat ini masih terus harus memperjuangkan nasibnya.
“Ironi. Ini menunjukkan negara abai terhadap nasib PRT," sambungnya.
Perwakilan Pekerja Rumah Tangga, Yuni Sri menjelaskan aksi ini dilakukan secara bergantian di enam kota. Hal ini dikarenakan para PRT masih harus bekerja.
“Karena PRT harus bekerja, jadi berganti-gantian melakukan aksinya di 6 kota ini,” jelasnya.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menyatakan situasi PRT dan buruh di Indonesia semakin mencekik di tengah pemberlakuan Omnibus Law Cipta Kerja. Alih-alih mengesahkan RUU PPRT yang sudah 19 tahun menjadi suara rakyat. Hal ini sudah menjadi inisiatif DPR sejak Tahun 2004. Bahkan, pada masa sidang Mei-Juli 2023 pun tidak kunjung dibahas.
Sedangkan, korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) selama 19 tahun terakhir bukanlah sedikit. Keadaan ini dijelaskan Isnur sebagai keadaan darurat yang harus segera di respon oleh para pemegang tampuk kekuasaan. Menurutnya, DPR-RI harus berserius untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT.
“DPR terkesan menyandera pembahasan RUU tersebut selama dua dekade,” tegasnya.
Tuntutan Aliansi Mogok Makan untu UU PPRT menyatakan: 1. Pimpinan DPR, Para Ketua Fraksi dan Anggota DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT. 2. Pimpinan DPR, Para Ketua Fraksi dan Anggota DPR RI tidak membiarkan praktik perbudakan modern terhadap PRT di Indonesia. 3. Mengajak masyarakat untuk bergabung dalam aksi solidaritas mogok makan PRT. (*)