Krisis Fiskal Mengintai Daerah: Kaltim Terdesak, Program Prioritas Terancam
Penulis: Akmal Fadhil
3 jam yang lalu | 87 views
Ilustrasi.
Samarinda, Presisi.co – Kebijakan pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat mulai menunjukkan dampak serius terhadap roda pemerintahan di daerah.
Di Kalimantan Timur (Kaltim), pemotongan anggaran hingga 50 persen dari tahun sebelumnya mengancam keberlanjutan program-program prioritas yang selama ini menjadi andalan pemerintah provinsi, seperti pendidikan gratis (GratisPol) dan pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal.
Tahun lalu, total TKD yang diterima Kaltim berkisar Rp14 triliun. Namun pada 2025, jumlah itu terpangkas drastis menjadi sekitar Rp7 triliun.
Kebijakan efisiensi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam APBN, yang disahkan pada 29 Juli 2025.
Aturan ini berlaku untuk seluruh provinsi di Indonesia sebagai upaya pemerintah pusat mengendalikan beban fiskal nasional yang terus membengkak.
Ekonom Sebut Ini Efek Domino dari Utang Negara
Pengamat ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi, menyebut pemangkasan ini sebagai dampak langsung dari krisis fiskal nasional akibat beban utang yang makin menekan APBN.
“Tahun depan beban bunga utang pemerintah mencapai Rp600 triliun. Pokok utangnya bisa tembus Rp1.000 triliun. Total hampir Rp1.600 triliun hanya untuk membayar kewajiban utang. Kalau target pajak nasional cuma Rp2.000 triliun, itu artinya 80 persen pendapatan negara habis untuk utang,” jelasnya saat diwawancarai Presisi.co pada Senin, 25 Agustus 2025.
Purwadi mengingatkan bahwa ketika keuangan pusat mengalami stagnasi, maka daerah ikut terdampak.
“Kalau pusat batuk-batuk, daerah pasti ikut panas dingin,” ujarnya.
Namun, yang menjadi sorotan tajam bukan hanya pemotongan itu sendiri, melainkan minimnya transparansi dari pemerintah pusat dalam menjelaskan arah pemanfaatan anggaran hasil efisiensi.
“Kita tidak tahu dana efisiensi ini diarahkan ke mana. Belum lagi dana hasil sitaan korupsi yang tidak pernah diumumkan jelas penggunaannya. Padahal bicara good governance itu harus transparan dan akuntabel,” kritiknya.
Ancaman Bagi Program GratisPol dan Infrastruktur
Program GratisPol, yang digagas sebagai solusi pemerataan akses pendidikan tinggi di Kaltim, kini berada dalam ancaman.
Tahun 2025, Pemprov sendiri diprediksikan mengalokasikan Rp750 miliar untuk pembiayaan mahasiswa baru. Namun pada 2026, biaya diprediksi naik menjadi Rp1,2 triliun karena mencakup seluruh semester.
“Kalau sekarang saja berat, bagaimana nanti? Ini program ambisius. Tanpa jaminan pendanaan yang stabil, implementasinya bisa goyah,” ucap Purwadi.
Selain pendidikan, pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan seperti Mahakam Ulu (Mahulu) juga terancam terhenti. Gubernur Kaltim sebelumnya menyebut kebutuhan pembangunan jalan tembus ke Mahulu saja mencapai Rp200 miliar.
Dalam kondisi seperti ini, skenario pemotongan anggaran berisiko memukul layanan dasar yang seharusnya tetap dijaga.
DPRD Kaltim: Kita Sudah Masuk Fase Krisis
Beberapa waktu lalu, Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, juga menyampaikan hal senada. Menurutnya, dampak pemotongan TKD akan terasa bukan hanya di tingkat provinsi, tetapi hingga kabupaten/kota.
“Kita ini sudah masuk fase yang tidak baik-baik saja. Tahun ini pemotongan 50 persen, tahun depan bisa 75 persen. Banyak daerah akan terdampak, termasuk potensi keterlambatan pembayaran gaji ASN,” ujarnya tegas.
Hasanuddin juga mengingatkan bahwa pemotongan bankeu (bantuan keuangan) ke daerah bisa memperburuk kondisi fiskal pemerintah kabupaten/kota.
Terlebih, adanya pengawasan ketat dari KPK terkait efektivitas belanja publik melalui sistem SIPD dan SPBE.
Ia meminta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk segera menyisir dan mengoptimalisasi sektor-sektor PAD yang selama ini belum tergarap maksimal, termasuk pajak alat berat dan pungutan lain dari sektor pertambangan dan perkebunan.
“Kita harus mulai berani berdiri sendiri. Jangan bergantung pada pusat. Ada potensi PAD yang belum digarap serius. Regulasi perlu diperbaiki agar bisa ditagih,” tegasnya.
Sekda Kaltim: Tunggu Penjelasan Resmi
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Kaltim masih belum menerima rincian teknis dari pemerintah pusat terkait pos-pos anggaran yang akan terkena pemangkasan.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kaltim, Sri Wahyuni, menyebut pihaknya belum bisa mengambil langkah konkret sebelum ada arahan lebih rinci.
“Kami belum terima penjelasan lengkap. Tanpa itu, kami tidak bisa memastikan dampak langsung terhadap program-program pembangunan,” ujar Sri pada Sabtu 23 Agustus 2025.
Ia mengungkapkan bahwa pengurangan TKD 2025 juga ditujukan untuk menutup kekurangan pembayaran TKD tahun 2024. Namun, tanpa arahan resmi, Pemprov belum bisa melakukan penyesuaian anggaran secara pasti.
Efisiensi Wajar, Tapi Jangan Abaikan Hak Dasar Rakyat
Purwadi menegaskan, meski efisiensi anggaran adalah langkah realistis dalam kondisi fiskal berat, pemerintah pusat tetap berkewajiban menjaga layanan publik.
“Jangan sampai anggaran untuk listrik, BBM, LPG, beras, pendidikan, kesehatan, dipotong. Itu kebutuhan dasar. Negara harus tetap hadir,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar elite pemerintahan memberi contoh dalam efisiensi. Gaya hidup pejabat yang konsumtif dan pengadaan fasilitas mewah di tengah defisit anggaran menjadi ironi di mata publik.
“Jangan rakyat disuruh irit, sementara pejabat tetap hedon. Mobil baru, rumah jabatan baru, tunjangan naik. Ini mencederai rasa keadilan,” tutupnya. (*)